BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Keanekaragaman hayati merupakan ungkapan pernyataan terdapatnya berbagai macam variasi bentuk, penampilan, jumlah dan sifat, yang terlihat pada berbagai tingkatan persekutuam makhluk hidup yaitu tingkatan ekosisitem, tingkatan jenis dan tingkatan genetik. Keanekaragaman hayati menurut UU NO 5 Tahun 1994 adalah keanekaragaman di antara mahluk hidup dari semua sumber termasuk di antaranya daratan, lautan dan ekosistem akuatik lain, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamannya, mencakup keaneka ragaman dalam spesies, antara species dengan ekosisitem. Berdasarkan definisi di atas ada 3 elemen keaneka ragaman hayati yaitu, keaneka ragaman ekosisitem, keaneka ragaman jenis dan keaneka ragaman genetik.
Keanekaragaman hayati tidak terdistribusi secara merata di bumi; wilayah tropis memiliki keanekaragaman hayati yang lebih kaya, dan jumlah keanekaragaman hayati terus menurun jika semakin jauh dari ekuator.
Keanekaragaman hayati yang ditemukan di bumi adalah hasil dari miliaran tahun proses evolusi. Asal muasal kehidupan belum diketahui secara pasti dalam sains. Hingga sekitar 600 juta tahun yang lalu, kehidupan di bumi hanya berupa archaea, bakteri, protozoa, dan organisme uniseluler lainnya sebelum organisme multiseluler muncul dan menyebabkan ledakan keanekaragaman hayati yang begitu cepat, namun secara periodik dan eventual juga terjadi kepunahan secara besar-besaran akibat aktivitas bumi, iklim, dan luar angkasa
Dalam konservasi ada sasaran yang ingin di capai dalam upaya melakukana konservasi yaitu Menjamin keberadaan dan keserasian sumberdaya alam hayati & ekosistemnya (SDAH&E) dari kerusakan dan penurunan kualitas & kuantitas serta Pemanfaatan secara berkesinambungan.
Dengan demikian perlu diketahui mengenai gambaran khasanah konservasi sumber daya alam hayati yang ada di Indonesia serta peranannya secara global. Sehingga akan diketahui juga seberapa pentingnya Konservasi tersebut dalam menjaga keutuhan sumber daya Alam yang ada di indonesia.
I.2 Tujuan
Tujuan penulisan Makalah ini adalah untuk mengetahui seberapa besar manfaat biodiversitas atau keanekaragaman hayati dari sumber daya yang terdapat di Indonesia. Serta gambarannya mengenai khasanah Konservasi Sumber daya Alam Hayati Indonesia di kancah Global.
I.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran Sumberdaya Alam Hayati Indonesia
2. Bagaiamana Peranan Sumberdaya Alam Hayati bagi Kehidupan Manusia.
3. Bagaimana Peranan Konservasi di Kancah Global.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Keanekaragaman hayati menurut UU No 5 Tahun 1994 adalah keanekaragaman di antara mahluk hidup dari semua sumber termasuk di antaranya daratan, lautan dan ekosistem akuatik lain, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamannya, mencakup keanekaragaman dalam spesies, antara species dengan ekosistem. Berdasarkan definisi di atas ada 3 elemen keanekaragaman hayati yaitu, keanekaragaman genetik, spesies dan komunitas.
Sedangkan sesuai yang ada pada ensiklopedia berbahasa Indonesia (Wikipedia.com) pengertian Keanekaragaman Hayati atau biodiversitas (Bahasa Inggris: biodiversity) adalah suatu istilah pembahasan yang mencakup semua bentuk kehidupan, yang secara ilmiah dapat dikelompokkan menurut skala organisasi biologisnya, yaitu mencakup gen, spesies tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme serta ekosistem dan proses-proses ekologi dimana bentuk kehidupan ini merupakan bagiannya. Dapat juga diartikan sebagai kondisi keanekaragaman bentuk kehidupan dalam ekosistem atau bioma tertentu.
Definisi yang lain menyatakan bahwa biodiversitas sebagai diversitas kehidupan dalam semua bentuknya, dan pada semua level organisasi. Dalam semua bentuknya menyatakan bahwa biodiversitas mencakup tumbuhan, binatang, jamur, bakteri dam mikroorganisme yang lain. Semua level organisasi menunjukkan bahwa biodiversitas mengacu pada diversitas gen, speses dan komunitas.
Pengertian (dari Society of American Foresters): Biodiversitas mengacu pada macam dan kelimpahan spesies, komposisi genetiknya, dan komunitas, ekosistem dan bentang alam di mana mereka berada.
II.2 Penyebaran Sumberdaya Hayati di Indonesia
Dipandang dari segi biodiversitas, posisi geografis Indonesia sangat menguntungkan. Negara ini terdiri dari beribu pulau, berada di antara dua benua, yaitu Asia dan Australia, serta terletak di katulistiwa. Dengan posisi seperti ini Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati terbesar di dunia. Indonesia dengan luas wilayah 1,3% dari seluruh luas muka bumi memiliki 10% flora berbunga dunia, 12% mamalia dunia, 17% jenis burung dunia, dan 25% jenis ikan dunia.
Pola penyebaran hewan di Indonesia diwarnai oleh pola kelompok kawasan Oriental di sebelah barat dan kelompok kawasan Australia di sebelah Timur. Kedua kawasan ini sangat berbeda. Namun demikian karena Indonesia terdiri dari deretan pulau yang sangat berdekatan, maka migrasi fauna antarpulau memberi peluang bercampurnya unsur dari 2 kelompok kawasan tersebut. Percampuran ini mengaburkan batas antara kawasan oriental dan kawasan Australia.. Memperhatikan sifat hewan di Indonesia Wallace membagi kawasan penyebaran fauna menjadi 2 kelompok besar yaitu fauna bagian barat Indonesi (Sumatera, Jawa, Bali, Madura, Kalimantan) dan Fauna bagian timur yaitu Sulawesi dan pulau di sebelah timumya. Dua kelompok fauna ini mempunyai ciri yang berbeda dan dipiahkan ole garis Wallace (garis antara Kalimantan dan Sulawesi, berlanjut antara Bali dan Lombok).
Hamparan kepulauan di sebelah timur garis Wallace dari semula memang tidak termasuk kawasan Australia, karena garis batas barat kawasan Australia adalah Garis Lydekker yang mengikuti batas paparan Sahul. Dengan demikian ada daerah transisi yang dibatasi Garis Wallace di sebelah Barat dan garis Lydekker di sebelah timur. Di antara kedua garis ini terdapat garis keseimbangan fauna yang dinamakan garis Weber. Karena peluang pencampuran unsur fauna di daerah ini sangat besar, akibatnya di daerah transisi ini terdapat unsur - unsur campuran antara barat dan timur. Daerah transisi ini dinamakan Wallace. Dengan kondisi geografis seperti ini mengakibatkan sumber daya hayati di Indonesia sangat kaya baik dalam jenis maupun jumlahnya.
II.2.1 Keanekaragaman Jenis
Indonesia memiliki keaneka ragaman jenis yang kaya. Taksiran jumlah jenis kelompok utama makhluk hidup sebagai berikut: Hewan menyusui 300 jenis; Burung 7500 jenis; Reptil 2000 jenis; Amfibi 1000 jenis; Ikan 8500 jenis; keong 20000 jenis; serangga 250000 jenis. Tumbuhan biji 25000 jenis; paku pakuan 1250 jenis; lumut 7500 jenis; Ganggang 7800 jenisjamur 72 000 jenis; bakteri dan ganggang biru 300 jenis. (Sastra pradja, 1989). Beberapa pulau di Indonesia memiliki spesies endemik, terutama di pulau Sulawesi; Irian Jaya dan di pulau Mentawai. Indonesia memiliki 420 specis burung endemik yang tersebar di 24 lokasi.
II.2.2Keanekaragaman Genetik
Keaneka ragaman genetik merupakan keanekaragaman sifat yang terdapat dalam satu jenis. Dengan demikian tidak ada satu makhlukpun yang sama persis dalam penampakannya. Matoa Pometia pinnata di Irian Jaya mempunyai 9 macam penampilan dari seluruh populasi yang ada. Dengan kemampuan reproduksi baik vegetatif dan generatif, populasi sagu di Ambon mempunyai 6 macam pokok sagu yang berbeda. Berdasarkan jumlah jenis durian liar yang tumbuh di Kalimantan yang jumlahnya mencapai 19 jenis, diduga bahwa Kalimantan adalah pusat keanekaragaman genetik durian. Dengan teknikbudi daya semakin banyak jenis tumbuhan hasil rekayasa genetik seperti padi, jagung, ketela, semangka tanpa biji, jenis jenis anggrek, salak pondoh, dan lain-lain. Keanekaragaman plasma nutfah di Indonesia tampak pada berbagai hewan piaraan. Ternak penghasil pangan yang telah diusahakan adalah 5 jenis hewan temak yaitu sapi biasa, sapi Bali, kerbau, kambing, domba dan babi. Dan 7 jenis unggas yaitu ayam, itik , entok, angsa, puyuh, merpati dan kalkun serta hewan piaraan yang lain seperti cucak rowo, ayam bekisar, dan lain-lain. Keanekaragaman genetik hewan ini tidak semuanya berasal dari negeri sendiri. Namun demikian melalui proses persilangan jenis-jenis hewan ini memperbanyak khasanah keanekaragaman genetik di Indonesia.
II.3 Manfaat Keanekaragaman Hayati di Indonesia
Keanekaragaman hayati merupakan anugerah terbesar bagi umat manusia. Manfaatnya antara lain adalah :
(1) Merupakan sumber kehidupan, penghidupan dan kelangsungan hidup bagi umat
manusia, karena potensial sebagai sumber pangan, papan, sandang, obat-obatan
(2) Merupakan sumber ilmu pengetahuan dan tehnologi
(3) Mengembangkan sosial budaya umat manusia
(4) Membangkitkan nuansa keindahan yang merefleksikan penciptanya.
Selain manfaat yang telah disebutkan di atas, keanekaragaman hayati juga memiliki berbagai fungsi diantaranya adalah :
II.3.1 Keanekaragaman Hayati sebagai Sumber Pangan di Indonesia
Kebutuhan karbohidrat masyarakat Indonesia terutama tergantung pada beras. Sumber lain seperti jagung, ubi jalar, singkong, talas dan sagu sebagai makanan pokok di beberapa daerah mulai ditinggalkan. Ketergantungan pada beras ini menimbulkan krisis pangan yang seharusnya tidak perlu terjadi. Selain tanaman pangan yang telah dibudidaya, sebenarnya Indonesia mempunyai 400 jenis tanaman penghasil buah, 370 jenis tanaman penghasil sayuran, 70 jenis tanaman berumbi, 60 jenis tanaman penyegar dan 55 jenis tanaman rempah rempah. Perikanan merupakan sumber protein murah di Indonesia.
Kita mempunyai zona ekonomi eksklusif yaitu 200 mil dari garis pantai yang dapat dipergunakan oleh nelayan untuk mencari nafkah. Budi daya udang , bandeng dan lele dumbo sangat potensial juga sebagai sumber pangan. Oncom , tempe, kecap, tape, laru (minuman khas daerah Timor), gatot, merupakan makanan suplemen yang disukai masyarakat Indonesia. Jasa mikro organisme seperti kapang, yeast dan bakteri sangat diperlukan untuk pembuatan makanan ini. Beberapa jenis tanaman seperti suji, secang, kunir, gula aren, merang padi, pandan banyak digunakan sebagai zat pewarna makanan.
II.3.2 Keanekaragaman Hayati sebagai Sumber Sandang dan Papan
Kapas, rami, yute, kenaf, abaca, dan acave serta ulat sutera potensial sebagai bahan sandang. Tanaman ini tersebar di seluruh Indonesia, terutama di Jawa dan Kalimantan dan Sulawesi. Di samping itu beberapa Suku di Kalimantan, Irian dan Sumatera menggenakan kulit kayu, bulu- bulu burung serta tulang-tulang binatang sebagai asesoris pakaian mereka. Sementara masyarakat pengrajin batik menggunakan tidak kurang dari 20 jenis tanaman untuk perawatan batik tulis termasuk buah lerak yang berfungsi sebagai sabun. Masyarakat suku Dani di Lembah Baliem Irian Jaya menggunakan 6 macam tumbuhan sebagai bahan sandang. Untuk membuat yokal (pakaian wanita yang sudah menikah) menggunakan jenis tumbuhan (Agrostophyllum majus) dan wen (Ficus drupacea). Untuk pakaian anak gadis dipergunakan jenis tumbuhan kem (Eleocharis dulcis). Untuk membuat koteka/holim yaitu jenis pakaian pria digunakan jenis tanaman sika (Legenaria siceraria). Sedangkan pakaian perang terbuat dari mul (Calamus sp).
Rumah adat di Indonesia hampir semuanya memerlukan kayu sebagai bahan utama. Semula kayu jati, kayu nangka dan pokok kelapa (glugu) dipergunakan sebagai bahan bangunan. Dengan makin mahalnya harga kayu jati saat ini berbagai jenis kayu seperti meranti, keruing, ramin dan kayu kalimantan dipakai juga sebagai bahan bangunan.Penduduk Pulau Timor dan Pulau Alor menggunakan lontar (Borassus sundaicus) dan gewang (Corypha gebanga) sebagai atap dan didinding rumah. Beberapa jenis palem seperi Nypa fruticas, Oncosperma horridum, Oncossperma tigillarium dimanfaatkan oleh penduduk Sumatera, Kalimantan dan Jawa untuk bahan bangunan rumah.Masyarakat Dawan di Pulau Timor memilih jenis pohon timun (Timunius sp), matani (Pterocarpus indicus), sublele (Eugenia sp) sebagai bahan bangunan disamping pelepah lontar, gewang dan alang-alang (Imperata cyllndrica) untuk atap.
II.3.3 Sumber daya Hayati sebagai Sumber Obat dan Kosmetik
Indonesia memiliki 940 jenis tanaman obat, tetapi hanya 120 jenis yang masuk dalam Materia medika Indonesia. Masyarakat pulau Lombok mengenal 19 jenis tumbuhan sebagai obat kontrasepsi. Jenis tersebut antara lain pule, sentul, laos, turi, temulawak. Alang-alang, pepaya, sukun, lagundi, nanas, jahe, jarak, merica, kopi, pisang, lantar, cemara, bangkel, dan duwet. Bahan ini dapat diramu menjadi 30 macam. Masyarakat jawa juga mengenal paling sedikit 77 jenis tanaman obat yang dapat diramu untuk pengobatan segala penyakit Masyarakat Sumbawa mengenal 7 jenis tanaman untuk ramuan minyak urat yaitu akar salban, akar sawak, akar kesumang, batang malang, kayu sengketan," ayu sekeal, kayu tulang. Masyarakat Rejang Lebong Bengkulu mengenal 71 jenis tanaman obat. Untuk obat penyakit malaria misalnya masyarakat daerah ini menggunakan 10 jenis tumbuhan. Dua di antaranya yaitu Brucea javanica dan Peronemacanescens merupakan tanaman langka. Cara pengambilan tumbuhan ini dengan mencabut seluruh bagian tumbuhan, mengancam kepunahan tanaman ini. Masyarakat Jawa Barat mengenal 47 jenis tanaman untuk menjaga kesehatan ternak terutama kambing dan domba. Di antara tanaman tersebut adalah bayam, jambe, temu lawak, dadap, kelor, lempuyang, katuk, dan lain-lain. Masyarakat Alor dan Pantar mempunyai 45 jenis ramuan obat untuk kesehatan ternak sebagai contoh kulit kayu nangka yang dicampur dengan air laut dapat dipakai untuk obat diare pada kambing. Di Jawa Timur dan Madura dikenal 57 macam jamu tradisional untuk ternak yang menggunakan 44 jenis tumbuhan. Jenis tumbuhan yang banyak digunakan adalah marga curcuma (temuan-temuan). Di daerah Bone Sulawesi Utara ada 99 jenis tumbuhan dari 41 suku yang diprgunakan sebagai tanaman obat. Suku Asteraceae, Verbenaceae, Malvaceae, Euphorbiaceae, dan Anacardiaceae merupakan suku yang paling banyak digunakan. eanekaragaman hayati sebagai kosmetik tradisional telah lama dikenal.
Penggunaan bunga bungaan sepeti melati, mawar, cendana, kenanga, kemuning, dan lain-lain lazim dipergunakan oleh masyarakat terutama Jawa untuk wewangian. Kemuning yang mengandung zat samak dipergumakan oleh masyarakat Yogyakarta untuk membuat lulur (9 jenis tumbuhan) yang berhasiat menghaluskan kulit. Tanaman pacar digunakan untuk pemerah kuku, sedangkan ramuan daun mangkokan, pandan, melati dan minyak kelapa dipakai untuk pelemas rambut. Di samping itu masyarakat Jawa juga mengenal ratus yang diramu dari 19 jenis tanaman sebagai pewangi pakaian, pemangi ruangan dan sebagai pelindung pakaian dari serangan mikro organisme. Di samping semuanya ini Indonesia mengenal 62 jenis tanaman sebagai bahan pewarna alami untuk semua keperluan, seperti misalnya jambu hutan putih yang digunakan sebagai pewama jala dan kayu malam sebagai cat batik.
II.3.4 Keanekaragaman hayati sebagai penunjang aspek budaya di Indonesia
Indonesia memiliki kurang lebih 350 etnis dengan keanekaragaman agama, kepercayaan, dan adat istiadatnya. Dalam upacara ritual keagamaan atau dalam upacara adat banyak sekali sumber daya hayati yang dipergunakan. Sebagai contoh, ummat Islam menggunakan sapi dan kambing jantan dewasa pada setiap hari raya korban, sedangkan umat nasrani memerlukan pohon cemara setiap natal. Umat Hindu membutuhkan berbagai jenis sumber daya hayati untuk setiap upacara keagamaan yang dilakukan. Banyak jenis pohon di Indonesia yang dipercaya sebagai pengusir roh jahat atau tempat tinggal roh jahat seperti beringin, bambu kuning (di Jawa). Upacara kematian di Toraja menggunakan berbagai jenis tumbuhan yang dianggap mempunya nilai magis untuk ramuan memandikan mayat misalnya limau, daun kelapa, pisang dan rempah-rempah lainnya. Disamping itu dipergunakan pula kerbau belang . Pada upacara ngaben di Bali dipergunakan 39 jenis tumbuhan. Dari 39 jenis tersebut banyak yang tergolong penghasil minyak atsiri dan bau harum seperti kenanga, melati, cempaka, pandan, sirih dan cendana. Jenis lain yaitu dadap dan tebu hitam diperlukan untuk, kelapa gading diperlukan untuk menghanyutkan abu ke sungai.
Pada masyarakat Minangkabau dikenal juga upacara adat. Jenis tanaman yang banyak dipergunakan dalam upacara adat ini adalah padi, kelapa, jeruk, kapur barus, pinang dan tebu. Budaya nyekar di Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan upacara mengirim doa pada leluhur. Upacara ini juga menggunakan berbagai jenis tumbuhan bunga yaitu mawar, kenanga, kantil, dan selasih. Untuk pembuatan kembar mayang pada pesta perkawinan suku Jawa dipergunakan jenis tumbuhan yaitu janur muda dari kelapa, mayang (bunga pinang), beringin, kemuning, daun spa-spa (Flemingialineata), daun kara (phaseolus lunatus), daun maja, daun, alang-alang, daun kluwih (Artocarpus cornmunis), daun salam, daun dadap. Disamping itu dikenal juga pemotongan ayam jantan untuk ingkung yang biasanya ayam berbulu putih mulus atau ayam berbulu hitam mulus (ayam cemani). Aneka tanaman yang dipergunakan untuk upacara memandikan keris di Yogyakarta adalah jeruk nipis, pace, nanas, kelapa, cendana, mawar, melati, kenanga, dan kemenyan.
Selain melekat pada upacara adat, kekayaan sumber daya hayati Indonesia tampak pada hasil-hasil kerajinan daerah dan kawasan. Misalnya kerajinan mutiara, dan kerang-kerangan di Nusa Tenggara dan Ambon, kerajinan kenari di Bogor, daerah. Pada hari lingkungan hidup sedunia ke-18, Presiden RI menetapkan melati sebagai puspa bangsa, anggrek bulan sebagai puspa pesona dan bunga raflesia sebagai puspa langka. Tiga satwa langka yang ditetapkan sebagai satwa nasional adalah Komodo, ikan siluk merah dan elang jawa. Kerajinan batik dan tenun ikat, kerajinan tikar, patung, dan lain-lain. Kekayaan sunber daya hayati juga nampak pada penggunaan maskot flora dan fauna di semua propinsi di Indonesia sebagai identitas.
III TINJAUAN PUSTAKA
III.1 Kaidah Konservasi Keanekaragaman Hayati
Pemanfaatan sumber daya hayati untuk berbagai keperluan secara tidak seimbang ditandai dengan makin langkanya beberapa jenis flora dan fauna karena kehilangan habitatnya, kerusakan ekosisitem dan menipisnya plasma nutfah. Hal ini harus dicegah agar kekayaan hayati di Indonesia masih dapat menopang kehidupan. Konservasi sumber daya hayati di Indonesia diatur oleh UU No 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup. Azas yang digunakan dalam pengelolaan linggungan hidup adalah azas tanggung jawab, berkelanjutan dan manfaat.
Upaya konservasi keanekaragaman ekosistem di Indonesia silakukan secara insitu yang menekankan terjaminnya terpeliharanya keaneka ragaman hayati secara alami melalui proses evolusi. Saat ini kawasan konservasi yang ada di Indonesia terkelompok menjadi 180 cagar alam, 72 suaka margasatwa, 70 taman wisata, 13 taman buru, 17 taman nasional dan 3 taman hutan raya serta 13 taman laut. Dalam rangka kerja sama konservasi internasional, 6 dari kawasan suaka alam dijadikan cagar biosfer. Cagar biosfer ini suatu kawasan yang terdiri dari ekosisitem asli, unik dan atau ekosisitem yang telah mengalami degradasi yang dilindungi dan dilestarikan untuk kepentingan penelitian dan pendidikan. Taman nasional di Indonesia mulai dikembangkan tahun 1980. Lima taman nasional pertama yaitu taman nasional gunung Leuser, taman nasional ujung Kulon, Taman nasional Gede Pangrango, taman nasional Baluran dan Taman nasional Komodo diperuntukkan untuk melindungi dan mengawetkan warisan alami bangsa Indonesia.
Pelestarian keanekaragaman jenis di Indonesia dilakukan baik secara insitu maupun eksitu. Konservasi in situ berarti konservasi dari spesies target, dalam ekosistem alami atau aslinya, atau pada kawasan yang sebelumnya ditempati oleh ekosistem tersebut. Khusus untuk tumbuhan meskipun berlaku untuk populasi yang dibiakkan secara alami. elestarian eksitu berarti memindahkan jenis dari habitatnya untuk dilestarikan dan diamankan. Pendirian kebun raya Bogor, kebun binatang, penangkaran hewan langka seperti badak, jalak bali, rusa timor, kayu hitam sawo kecik dan lain-lain merupakan upaya pelestarian exsitu yang tidak perlu mengganggu populasi alaminya.
Konservasi ex situ merupakan metode konservasi yang mengonservasi spesies di luar distribusi alami dari populasi tetuanya. Konservasi ini merupakan proses melindungi spesies tumbuhan dan hewan (langka) dengan mengambilnya dari habitat yang tidak aman atau terancam dan menempatkannya atau bagiannya di bawah perlindungan manusia.
III.2 Konservasi Dalam Kancah Global
III.2.1 Peranan Pohon dalam Mitigasi Global Warming
Gas Rumah Kaca terbesar adalah karbondioksida, dimana karbon dioksida dihasilkan sebagai hasil proses alamiah dalam proses respirasi dan juga dari berbagai aktifitas manusia non respirasi. Karbondioksida memiliki peranan menyerap panas sehingga penumpukan dalam jumlah besar akan berakibat meningkatnya suhu bumi.
Karbondioksida dapat berkurang karena terserap oleh lautan dan diserap tanaman untuk digunakan dalam proses fotosintesis. Fotosintesis memecah karbondioksida dan melepaskan oksigen ke atmosfer serta mengambil atom karbonnya (Wikipedia, 2008).
Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin bertambahnya gas rumah kaca. Pertama, mencegah karbon dioksida dilepas ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau komponen karbonnya di tempat lain, cara ini disebut carbon sequestration (menghilangkan karbon). Kedua, mengurangi produksi gas rumah kaca.
Cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbondioksida di udara adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi. Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbondioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam kayunya (Wahyu Prihanta, 2007).
Mekanisme penyerapan karbondioksida adalah melalui proses fotosintesis, dimana karbondioksida diserap oleh tumbuhan dari udara dan bereaksi dengan air membentuk karbohidrat. (Dwijo seputro, 1994). Secara kimiawi proses tersebut digambarkan sebagai berikut. CO2 + H2O C6H12O6, proses tersebut dibantu dengan sinar matahari dan terjadi pda klorofil daun. Dengan mekanisme ini maka secara alamiah pohon memiliki kemampuan mengurangi karbon dioksida di udara.
III.2.2 Konservasi Tumbuhan
Secara alamiah tumbuh-tumbuhan memiliki peran yang sangat besar alam mengurangi karbondioksida di atmosfir yang berarti mampu mengurangi panas bumi. Namun ironisnya, keberdaan tumbuhan dimuka bumi mengalami penurunan jumlah yang signifikan, disisi lain emisi gas rumah kaca makin meningkat akibat berbagai kegiatan yang menggunakan bahan bakar fosil.
Hutan memiliki peran yang sangat tinggi dalam penyerapan karbondioksida, namun kerusakan hutan saat ini semakin meningkat. Di seluruh dunia, tingkat perambahan hutan telah mencapai level yang mengkhawatirkan. Angka kerusakan hutan semakin tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Di tahun 1950-1985, angka kerusakan mencapai 32,9 juta Ha atau 942 ribu hektare per tahun atau 2,616 ribu hektare per hari. Tahun 1985-1993 jumlah hutan yang hilang mencapai 45,6 juta hektare per tahun, hingga tahun 2004 jumlah kerusakan mencapai 59,17 juta Ha dengan lahan kritis di luar kawasan hutan sebesar 41,47 juta Ha. (Jawa Pos, 5/6/2007).
Selain kerusakan hutan, hilangnya tumbuh-tumbuhan terjadi di kawasan non hutan. Wahyu Prihanta sebagai Ketua Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan Universitas Muhammadiyah Malang dalam wawancara ekslusif menyebutkan salah satu contoh kerusakan tumbuhan yang tidak banyak disadarai namun memiliki peran penting dalam mitigasi global warming adalah kerusakan tanaman tepi jalan, dimana tanaman tepi jalan memiliki peran dalam penyerapan gas yang dihasilkan oleh kegiatan transportasi yang makin meningkat (2007). Perusakan tanaman tepi jalan dari jenis Asam Jawa yang telah berumur 200 tahun banyak ditebang di Situbondo (Surya, 4/2-2001), pembangunan jalan di Lumajang (RCTI, 9/2-2001) dan di Jombang (TEB, 2001). Dalam satu minggu 30 pohon mati diracun di Kota Malang, jika seminggu sebelumnya 90 pohon yang di racun, pada hari senin 2/4-2007 jumlahnya meningkat menjadi 120 pohon (Data Dinas Pertamanan Malang).
Dalam bulan April di Jalur Batu – Malang sepanjang 10 km, 2 pohon trembesi dalam kondisi sehat di tebang, 2 pohon trembesi lain dibakar pangkalnya (Data Tim Ekspedisi Biokonservasi seperti yang dilaporkan ke Kapolwil, 15 Maret 2007 dalam Wahyu Prihanta, 2007). Hilangnya tumbuhan juga terjadi akibat alih fungsi lahan untuk berbagai kegiatan manusia sebagai contoh pertanian, perumahan maupun industri.
Berdasarkan fakta di atas, mitigasi global warming dapat dilakukan dengan meningkatkan penyerapan karbondioksida oleh tumbuhan. Menambah jumlah tumbuhan menjadi kurang efektif jika disisi lain perusakan tumbuhan terus dilakukan. Untuk itu selain menanam kegiatan konservasi tumbuhan perlu ditingkatkan.
III.2.3 Konservasi Menyeluruh
Alam tercipta dalam keterkaitan dan keseimbangan yang sempurna, berbagai komponen kehidupan keberadaannya saling menunjang. Selama ini banyak satwa yang berperan dalam membantu penyebaran biji-biji tumbuhan sehingga secara automatis membantu menumbuhkan berbagai jenis tumbuhan yang secara ekologi sesuai. Banyak jenis burung yang memakan buah dan menyebarkan bijinya bersama feces di tempat yang sangat jauh dari pohon induknya (Jones and Luchsinger, 1987; Pulonin, 1994).
Penyebaran biji atau alat reproduksi lain yang dibantu satwa memiliki banyak keuntungan, burung mampu menyebarkan biji di daerah yang tak terjangkau oleh manusia, selain itu daerah edar harian burung relatif pada ekologi sistem ekologi di mana tumbuhan berada sehingga secara klimatologi akan banyak kesesuaian.
Mempertimbangkan hal tersebut maka rehabilitasi tumbuhan dalam rangka mitigasi global warming akan memberikan hasil yang sempurna jika disertai dengan kegiatan konservasi berbagai jenis burung yang memiliki manfaat dalam penyebaran alat reproduksi tumbuhan. Mengingat saat ini banyak penangkapan jenis-jenis burung tersebut dengan berbagai alasan. Jika kegiatan ini di biarkan berlanjut, akan menyebabkan kepunahan burung yang sangat berperan dalam pelestarian tumbuhan baik sebagai mediator polinasi (penyerbukan) maupun mediator dispersal (penyebaran) tumbuhan.
BAB IV PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah suatu istilah pembahasan yang mencakup semua bentuk kehidupan, yang secara ilmiah dapat dikelompokkan menurut skala organisasi biologisnya, yaitu mencakup gen, spesies tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme serta ekosistem dan proses-proses ekologi dimana bentuk kehidupan ini merupakan bagiannya.
Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Berbagai macam spesies makhluk hidup dan jg sumber daya alam tersebar di seluruh kawasan Indonesia. Yang seluruhnya tentu saja memiliki manfaat maupun nilai ekonomis yang sangat berarti bagi kita semua.
Manfaat biodiversitas antara lain :
(1) Merupakan sumber kehidupan, penghidupan dan kelangsungan hidup bagi umat
manusia, karena potensial sebagai sumber pangan, papan, sandang, obat-obatan serta
kebutuhan hidup yang lain
(2) Merupakan sumber ilmu pengetahuan dan tehnologi
(3) Mengembangkan sosial budaya umat manusia
(4) Membangkitkan nuansa keindahan yang merefleksikan penciptanya.
Pelestarian keanekaragaman jenis di Indonesia dilakukan baik secara insitu maupun eksitu. Konservasi in situ berarti konservasi dari spesies target, dalam ekosistem alami atau aslinya, atau pada kawasan yang sebelumnya ditempati oleh ekosistem tersebut. Khusus untuk tumbuhan meskipun berlaku untuk populasi yang dibiakkan secara alami.
IV.2 Saran
Kita harus menjaga keanekaragaman hayati dan sumber daya yang ada di Indonesia . Keanekaragaman hayati memiliki berbagai manfaat dan nilai yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Oleh karena itu, kita harus memanfaatkan segala sesuatu yang ada di alam dengan efektif dan juga tepat guna. Karena semua itu merupakan titipan dari Sang Pencipta dan kita wajib menggunakannya dengan baik agar dapat diwariskan ke anak cucu kita.
Selain itu perlu adanya kajian yang lebih mendalam mengenai manfaat serta peranan konservasi sumber daya alam hayati di Indonesia serta di kancah global hingga akan ditemukan seberapa besar pentingnya Konservasi tersebut dalam pembangunan setiap negara.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2005, Keanekaragaman Hayati dan Konservasinya di Indonesia, Universitas Bandar Lampung, Lampung
Anonim, 2009 Keanekaragaman Hayati, www.wikipedia.com
Leveque, C. & J. Mounolou, 2003, Recovery Konservasi Dan Rehabilitasi Tumbuhan Sebagai Strategi Mitigasi Global Warming, Biodyversiti, New York
I.1 Latar Belakang
Keanekaragaman hayati merupakan ungkapan pernyataan terdapatnya berbagai macam variasi bentuk, penampilan, jumlah dan sifat, yang terlihat pada berbagai tingkatan persekutuam makhluk hidup yaitu tingkatan ekosisitem, tingkatan jenis dan tingkatan genetik. Keanekaragaman hayati menurut UU NO 5 Tahun 1994 adalah keanekaragaman di antara mahluk hidup dari semua sumber termasuk di antaranya daratan, lautan dan ekosistem akuatik lain, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamannya, mencakup keaneka ragaman dalam spesies, antara species dengan ekosisitem. Berdasarkan definisi di atas ada 3 elemen keaneka ragaman hayati yaitu, keaneka ragaman ekosisitem, keaneka ragaman jenis dan keaneka ragaman genetik.
Keanekaragaman hayati tidak terdistribusi secara merata di bumi; wilayah tropis memiliki keanekaragaman hayati yang lebih kaya, dan jumlah keanekaragaman hayati terus menurun jika semakin jauh dari ekuator.
Keanekaragaman hayati yang ditemukan di bumi adalah hasil dari miliaran tahun proses evolusi. Asal muasal kehidupan belum diketahui secara pasti dalam sains. Hingga sekitar 600 juta tahun yang lalu, kehidupan di bumi hanya berupa archaea, bakteri, protozoa, dan organisme uniseluler lainnya sebelum organisme multiseluler muncul dan menyebabkan ledakan keanekaragaman hayati yang begitu cepat, namun secara periodik dan eventual juga terjadi kepunahan secara besar-besaran akibat aktivitas bumi, iklim, dan luar angkasa
Dalam konservasi ada sasaran yang ingin di capai dalam upaya melakukana konservasi yaitu Menjamin keberadaan dan keserasian sumberdaya alam hayati & ekosistemnya (SDAH&E) dari kerusakan dan penurunan kualitas & kuantitas serta Pemanfaatan secara berkesinambungan.
Dengan demikian perlu diketahui mengenai gambaran khasanah konservasi sumber daya alam hayati yang ada di Indonesia serta peranannya secara global. Sehingga akan diketahui juga seberapa pentingnya Konservasi tersebut dalam menjaga keutuhan sumber daya Alam yang ada di indonesia.
I.2 Tujuan
Tujuan penulisan Makalah ini adalah untuk mengetahui seberapa besar manfaat biodiversitas atau keanekaragaman hayati dari sumber daya yang terdapat di Indonesia. Serta gambarannya mengenai khasanah Konservasi Sumber daya Alam Hayati Indonesia di kancah Global.
I.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran Sumberdaya Alam Hayati Indonesia
2. Bagaiamana Peranan Sumberdaya Alam Hayati bagi Kehidupan Manusia.
3. Bagaimana Peranan Konservasi di Kancah Global.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Keanekaragaman hayati menurut UU No 5 Tahun 1994 adalah keanekaragaman di antara mahluk hidup dari semua sumber termasuk di antaranya daratan, lautan dan ekosistem akuatik lain, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamannya, mencakup keanekaragaman dalam spesies, antara species dengan ekosistem. Berdasarkan definisi di atas ada 3 elemen keanekaragaman hayati yaitu, keanekaragaman genetik, spesies dan komunitas.
Sedangkan sesuai yang ada pada ensiklopedia berbahasa Indonesia (Wikipedia.com) pengertian Keanekaragaman Hayati atau biodiversitas (Bahasa Inggris: biodiversity) adalah suatu istilah pembahasan yang mencakup semua bentuk kehidupan, yang secara ilmiah dapat dikelompokkan menurut skala organisasi biologisnya, yaitu mencakup gen, spesies tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme serta ekosistem dan proses-proses ekologi dimana bentuk kehidupan ini merupakan bagiannya. Dapat juga diartikan sebagai kondisi keanekaragaman bentuk kehidupan dalam ekosistem atau bioma tertentu.
Definisi yang lain menyatakan bahwa biodiversitas sebagai diversitas kehidupan dalam semua bentuknya, dan pada semua level organisasi. Dalam semua bentuknya menyatakan bahwa biodiversitas mencakup tumbuhan, binatang, jamur, bakteri dam mikroorganisme yang lain. Semua level organisasi menunjukkan bahwa biodiversitas mengacu pada diversitas gen, speses dan komunitas.
Pengertian (dari Society of American Foresters): Biodiversitas mengacu pada macam dan kelimpahan spesies, komposisi genetiknya, dan komunitas, ekosistem dan bentang alam di mana mereka berada.
II.2 Penyebaran Sumberdaya Hayati di Indonesia
Dipandang dari segi biodiversitas, posisi geografis Indonesia sangat menguntungkan. Negara ini terdiri dari beribu pulau, berada di antara dua benua, yaitu Asia dan Australia, serta terletak di katulistiwa. Dengan posisi seperti ini Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati terbesar di dunia. Indonesia dengan luas wilayah 1,3% dari seluruh luas muka bumi memiliki 10% flora berbunga dunia, 12% mamalia dunia, 17% jenis burung dunia, dan 25% jenis ikan dunia.
Pola penyebaran hewan di Indonesia diwarnai oleh pola kelompok kawasan Oriental di sebelah barat dan kelompok kawasan Australia di sebelah Timur. Kedua kawasan ini sangat berbeda. Namun demikian karena Indonesia terdiri dari deretan pulau yang sangat berdekatan, maka migrasi fauna antarpulau memberi peluang bercampurnya unsur dari 2 kelompok kawasan tersebut. Percampuran ini mengaburkan batas antara kawasan oriental dan kawasan Australia.. Memperhatikan sifat hewan di Indonesia Wallace membagi kawasan penyebaran fauna menjadi 2 kelompok besar yaitu fauna bagian barat Indonesi (Sumatera, Jawa, Bali, Madura, Kalimantan) dan Fauna bagian timur yaitu Sulawesi dan pulau di sebelah timumya. Dua kelompok fauna ini mempunyai ciri yang berbeda dan dipiahkan ole garis Wallace (garis antara Kalimantan dan Sulawesi, berlanjut antara Bali dan Lombok).
Hamparan kepulauan di sebelah timur garis Wallace dari semula memang tidak termasuk kawasan Australia, karena garis batas barat kawasan Australia adalah Garis Lydekker yang mengikuti batas paparan Sahul. Dengan demikian ada daerah transisi yang dibatasi Garis Wallace di sebelah Barat dan garis Lydekker di sebelah timur. Di antara kedua garis ini terdapat garis keseimbangan fauna yang dinamakan garis Weber. Karena peluang pencampuran unsur fauna di daerah ini sangat besar, akibatnya di daerah transisi ini terdapat unsur - unsur campuran antara barat dan timur. Daerah transisi ini dinamakan Wallace. Dengan kondisi geografis seperti ini mengakibatkan sumber daya hayati di Indonesia sangat kaya baik dalam jenis maupun jumlahnya.
II.2.1 Keanekaragaman Jenis
Indonesia memiliki keaneka ragaman jenis yang kaya. Taksiran jumlah jenis kelompok utama makhluk hidup sebagai berikut: Hewan menyusui 300 jenis; Burung 7500 jenis; Reptil 2000 jenis; Amfibi 1000 jenis; Ikan 8500 jenis; keong 20000 jenis; serangga 250000 jenis. Tumbuhan biji 25000 jenis; paku pakuan 1250 jenis; lumut 7500 jenis; Ganggang 7800 jenisjamur 72 000 jenis; bakteri dan ganggang biru 300 jenis. (Sastra pradja, 1989). Beberapa pulau di Indonesia memiliki spesies endemik, terutama di pulau Sulawesi; Irian Jaya dan di pulau Mentawai. Indonesia memiliki 420 specis burung endemik yang tersebar di 24 lokasi.
II.2.2Keanekaragaman Genetik
Keaneka ragaman genetik merupakan keanekaragaman sifat yang terdapat dalam satu jenis. Dengan demikian tidak ada satu makhlukpun yang sama persis dalam penampakannya. Matoa Pometia pinnata di Irian Jaya mempunyai 9 macam penampilan dari seluruh populasi yang ada. Dengan kemampuan reproduksi baik vegetatif dan generatif, populasi sagu di Ambon mempunyai 6 macam pokok sagu yang berbeda. Berdasarkan jumlah jenis durian liar yang tumbuh di Kalimantan yang jumlahnya mencapai 19 jenis, diduga bahwa Kalimantan adalah pusat keanekaragaman genetik durian. Dengan teknikbudi daya semakin banyak jenis tumbuhan hasil rekayasa genetik seperti padi, jagung, ketela, semangka tanpa biji, jenis jenis anggrek, salak pondoh, dan lain-lain. Keanekaragaman plasma nutfah di Indonesia tampak pada berbagai hewan piaraan. Ternak penghasil pangan yang telah diusahakan adalah 5 jenis hewan temak yaitu sapi biasa, sapi Bali, kerbau, kambing, domba dan babi. Dan 7 jenis unggas yaitu ayam, itik , entok, angsa, puyuh, merpati dan kalkun serta hewan piaraan yang lain seperti cucak rowo, ayam bekisar, dan lain-lain. Keanekaragaman genetik hewan ini tidak semuanya berasal dari negeri sendiri. Namun demikian melalui proses persilangan jenis-jenis hewan ini memperbanyak khasanah keanekaragaman genetik di Indonesia.
II.3 Manfaat Keanekaragaman Hayati di Indonesia
Keanekaragaman hayati merupakan anugerah terbesar bagi umat manusia. Manfaatnya antara lain adalah :
(1) Merupakan sumber kehidupan, penghidupan dan kelangsungan hidup bagi umat
manusia, karena potensial sebagai sumber pangan, papan, sandang, obat-obatan
(2) Merupakan sumber ilmu pengetahuan dan tehnologi
(3) Mengembangkan sosial budaya umat manusia
(4) Membangkitkan nuansa keindahan yang merefleksikan penciptanya.
Selain manfaat yang telah disebutkan di atas, keanekaragaman hayati juga memiliki berbagai fungsi diantaranya adalah :
II.3.1 Keanekaragaman Hayati sebagai Sumber Pangan di Indonesia
Kebutuhan karbohidrat masyarakat Indonesia terutama tergantung pada beras. Sumber lain seperti jagung, ubi jalar, singkong, talas dan sagu sebagai makanan pokok di beberapa daerah mulai ditinggalkan. Ketergantungan pada beras ini menimbulkan krisis pangan yang seharusnya tidak perlu terjadi. Selain tanaman pangan yang telah dibudidaya, sebenarnya Indonesia mempunyai 400 jenis tanaman penghasil buah, 370 jenis tanaman penghasil sayuran, 70 jenis tanaman berumbi, 60 jenis tanaman penyegar dan 55 jenis tanaman rempah rempah. Perikanan merupakan sumber protein murah di Indonesia.
Kita mempunyai zona ekonomi eksklusif yaitu 200 mil dari garis pantai yang dapat dipergunakan oleh nelayan untuk mencari nafkah. Budi daya udang , bandeng dan lele dumbo sangat potensial juga sebagai sumber pangan. Oncom , tempe, kecap, tape, laru (minuman khas daerah Timor), gatot, merupakan makanan suplemen yang disukai masyarakat Indonesia. Jasa mikro organisme seperti kapang, yeast dan bakteri sangat diperlukan untuk pembuatan makanan ini. Beberapa jenis tanaman seperti suji, secang, kunir, gula aren, merang padi, pandan banyak digunakan sebagai zat pewarna makanan.
II.3.2 Keanekaragaman Hayati sebagai Sumber Sandang dan Papan
Kapas, rami, yute, kenaf, abaca, dan acave serta ulat sutera potensial sebagai bahan sandang. Tanaman ini tersebar di seluruh Indonesia, terutama di Jawa dan Kalimantan dan Sulawesi. Di samping itu beberapa Suku di Kalimantan, Irian dan Sumatera menggenakan kulit kayu, bulu- bulu burung serta tulang-tulang binatang sebagai asesoris pakaian mereka. Sementara masyarakat pengrajin batik menggunakan tidak kurang dari 20 jenis tanaman untuk perawatan batik tulis termasuk buah lerak yang berfungsi sebagai sabun. Masyarakat suku Dani di Lembah Baliem Irian Jaya menggunakan 6 macam tumbuhan sebagai bahan sandang. Untuk membuat yokal (pakaian wanita yang sudah menikah) menggunakan jenis tumbuhan (Agrostophyllum majus) dan wen (Ficus drupacea). Untuk pakaian anak gadis dipergunakan jenis tumbuhan kem (Eleocharis dulcis). Untuk membuat koteka/holim yaitu jenis pakaian pria digunakan jenis tanaman sika (Legenaria siceraria). Sedangkan pakaian perang terbuat dari mul (Calamus sp).
Rumah adat di Indonesia hampir semuanya memerlukan kayu sebagai bahan utama. Semula kayu jati, kayu nangka dan pokok kelapa (glugu) dipergunakan sebagai bahan bangunan. Dengan makin mahalnya harga kayu jati saat ini berbagai jenis kayu seperti meranti, keruing, ramin dan kayu kalimantan dipakai juga sebagai bahan bangunan.Penduduk Pulau Timor dan Pulau Alor menggunakan lontar (Borassus sundaicus) dan gewang (Corypha gebanga) sebagai atap dan didinding rumah. Beberapa jenis palem seperi Nypa fruticas, Oncosperma horridum, Oncossperma tigillarium dimanfaatkan oleh penduduk Sumatera, Kalimantan dan Jawa untuk bahan bangunan rumah.Masyarakat Dawan di Pulau Timor memilih jenis pohon timun (Timunius sp), matani (Pterocarpus indicus), sublele (Eugenia sp) sebagai bahan bangunan disamping pelepah lontar, gewang dan alang-alang (Imperata cyllndrica) untuk atap.
II.3.3 Sumber daya Hayati sebagai Sumber Obat dan Kosmetik
Indonesia memiliki 940 jenis tanaman obat, tetapi hanya 120 jenis yang masuk dalam Materia medika Indonesia. Masyarakat pulau Lombok mengenal 19 jenis tumbuhan sebagai obat kontrasepsi. Jenis tersebut antara lain pule, sentul, laos, turi, temulawak. Alang-alang, pepaya, sukun, lagundi, nanas, jahe, jarak, merica, kopi, pisang, lantar, cemara, bangkel, dan duwet. Bahan ini dapat diramu menjadi 30 macam. Masyarakat jawa juga mengenal paling sedikit 77 jenis tanaman obat yang dapat diramu untuk pengobatan segala penyakit Masyarakat Sumbawa mengenal 7 jenis tanaman untuk ramuan minyak urat yaitu akar salban, akar sawak, akar kesumang, batang malang, kayu sengketan," ayu sekeal, kayu tulang. Masyarakat Rejang Lebong Bengkulu mengenal 71 jenis tanaman obat. Untuk obat penyakit malaria misalnya masyarakat daerah ini menggunakan 10 jenis tumbuhan. Dua di antaranya yaitu Brucea javanica dan Peronemacanescens merupakan tanaman langka. Cara pengambilan tumbuhan ini dengan mencabut seluruh bagian tumbuhan, mengancam kepunahan tanaman ini. Masyarakat Jawa Barat mengenal 47 jenis tanaman untuk menjaga kesehatan ternak terutama kambing dan domba. Di antara tanaman tersebut adalah bayam, jambe, temu lawak, dadap, kelor, lempuyang, katuk, dan lain-lain. Masyarakat Alor dan Pantar mempunyai 45 jenis ramuan obat untuk kesehatan ternak sebagai contoh kulit kayu nangka yang dicampur dengan air laut dapat dipakai untuk obat diare pada kambing. Di Jawa Timur dan Madura dikenal 57 macam jamu tradisional untuk ternak yang menggunakan 44 jenis tumbuhan. Jenis tumbuhan yang banyak digunakan adalah marga curcuma (temuan-temuan). Di daerah Bone Sulawesi Utara ada 99 jenis tumbuhan dari 41 suku yang diprgunakan sebagai tanaman obat. Suku Asteraceae, Verbenaceae, Malvaceae, Euphorbiaceae, dan Anacardiaceae merupakan suku yang paling banyak digunakan. eanekaragaman hayati sebagai kosmetik tradisional telah lama dikenal.
Penggunaan bunga bungaan sepeti melati, mawar, cendana, kenanga, kemuning, dan lain-lain lazim dipergunakan oleh masyarakat terutama Jawa untuk wewangian. Kemuning yang mengandung zat samak dipergumakan oleh masyarakat Yogyakarta untuk membuat lulur (9 jenis tumbuhan) yang berhasiat menghaluskan kulit. Tanaman pacar digunakan untuk pemerah kuku, sedangkan ramuan daun mangkokan, pandan, melati dan minyak kelapa dipakai untuk pelemas rambut. Di samping itu masyarakat Jawa juga mengenal ratus yang diramu dari 19 jenis tanaman sebagai pewangi pakaian, pemangi ruangan dan sebagai pelindung pakaian dari serangan mikro organisme. Di samping semuanya ini Indonesia mengenal 62 jenis tanaman sebagai bahan pewarna alami untuk semua keperluan, seperti misalnya jambu hutan putih yang digunakan sebagai pewama jala dan kayu malam sebagai cat batik.
II.3.4 Keanekaragaman hayati sebagai penunjang aspek budaya di Indonesia
Indonesia memiliki kurang lebih 350 etnis dengan keanekaragaman agama, kepercayaan, dan adat istiadatnya. Dalam upacara ritual keagamaan atau dalam upacara adat banyak sekali sumber daya hayati yang dipergunakan. Sebagai contoh, ummat Islam menggunakan sapi dan kambing jantan dewasa pada setiap hari raya korban, sedangkan umat nasrani memerlukan pohon cemara setiap natal. Umat Hindu membutuhkan berbagai jenis sumber daya hayati untuk setiap upacara keagamaan yang dilakukan. Banyak jenis pohon di Indonesia yang dipercaya sebagai pengusir roh jahat atau tempat tinggal roh jahat seperti beringin, bambu kuning (di Jawa). Upacara kematian di Toraja menggunakan berbagai jenis tumbuhan yang dianggap mempunya nilai magis untuk ramuan memandikan mayat misalnya limau, daun kelapa, pisang dan rempah-rempah lainnya. Disamping itu dipergunakan pula kerbau belang . Pada upacara ngaben di Bali dipergunakan 39 jenis tumbuhan. Dari 39 jenis tersebut banyak yang tergolong penghasil minyak atsiri dan bau harum seperti kenanga, melati, cempaka, pandan, sirih dan cendana. Jenis lain yaitu dadap dan tebu hitam diperlukan untuk, kelapa gading diperlukan untuk menghanyutkan abu ke sungai.
Pada masyarakat Minangkabau dikenal juga upacara adat. Jenis tanaman yang banyak dipergunakan dalam upacara adat ini adalah padi, kelapa, jeruk, kapur barus, pinang dan tebu. Budaya nyekar di Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan upacara mengirim doa pada leluhur. Upacara ini juga menggunakan berbagai jenis tumbuhan bunga yaitu mawar, kenanga, kantil, dan selasih. Untuk pembuatan kembar mayang pada pesta perkawinan suku Jawa dipergunakan jenis tumbuhan yaitu janur muda dari kelapa, mayang (bunga pinang), beringin, kemuning, daun spa-spa (Flemingialineata), daun kara (phaseolus lunatus), daun maja, daun, alang-alang, daun kluwih (Artocarpus cornmunis), daun salam, daun dadap. Disamping itu dikenal juga pemotongan ayam jantan untuk ingkung yang biasanya ayam berbulu putih mulus atau ayam berbulu hitam mulus (ayam cemani). Aneka tanaman yang dipergunakan untuk upacara memandikan keris di Yogyakarta adalah jeruk nipis, pace, nanas, kelapa, cendana, mawar, melati, kenanga, dan kemenyan.
Selain melekat pada upacara adat, kekayaan sumber daya hayati Indonesia tampak pada hasil-hasil kerajinan daerah dan kawasan. Misalnya kerajinan mutiara, dan kerang-kerangan di Nusa Tenggara dan Ambon, kerajinan kenari di Bogor, daerah. Pada hari lingkungan hidup sedunia ke-18, Presiden RI menetapkan melati sebagai puspa bangsa, anggrek bulan sebagai puspa pesona dan bunga raflesia sebagai puspa langka. Tiga satwa langka yang ditetapkan sebagai satwa nasional adalah Komodo, ikan siluk merah dan elang jawa. Kerajinan batik dan tenun ikat, kerajinan tikar, patung, dan lain-lain. Kekayaan sunber daya hayati juga nampak pada penggunaan maskot flora dan fauna di semua propinsi di Indonesia sebagai identitas.
III TINJAUAN PUSTAKA
III.1 Kaidah Konservasi Keanekaragaman Hayati
Pemanfaatan sumber daya hayati untuk berbagai keperluan secara tidak seimbang ditandai dengan makin langkanya beberapa jenis flora dan fauna karena kehilangan habitatnya, kerusakan ekosisitem dan menipisnya plasma nutfah. Hal ini harus dicegah agar kekayaan hayati di Indonesia masih dapat menopang kehidupan. Konservasi sumber daya hayati di Indonesia diatur oleh UU No 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup. Azas yang digunakan dalam pengelolaan linggungan hidup adalah azas tanggung jawab, berkelanjutan dan manfaat.
Upaya konservasi keanekaragaman ekosistem di Indonesia silakukan secara insitu yang menekankan terjaminnya terpeliharanya keaneka ragaman hayati secara alami melalui proses evolusi. Saat ini kawasan konservasi yang ada di Indonesia terkelompok menjadi 180 cagar alam, 72 suaka margasatwa, 70 taman wisata, 13 taman buru, 17 taman nasional dan 3 taman hutan raya serta 13 taman laut. Dalam rangka kerja sama konservasi internasional, 6 dari kawasan suaka alam dijadikan cagar biosfer. Cagar biosfer ini suatu kawasan yang terdiri dari ekosisitem asli, unik dan atau ekosisitem yang telah mengalami degradasi yang dilindungi dan dilestarikan untuk kepentingan penelitian dan pendidikan. Taman nasional di Indonesia mulai dikembangkan tahun 1980. Lima taman nasional pertama yaitu taman nasional gunung Leuser, taman nasional ujung Kulon, Taman nasional Gede Pangrango, taman nasional Baluran dan Taman nasional Komodo diperuntukkan untuk melindungi dan mengawetkan warisan alami bangsa Indonesia.
Pelestarian keanekaragaman jenis di Indonesia dilakukan baik secara insitu maupun eksitu. Konservasi in situ berarti konservasi dari spesies target, dalam ekosistem alami atau aslinya, atau pada kawasan yang sebelumnya ditempati oleh ekosistem tersebut. Khusus untuk tumbuhan meskipun berlaku untuk populasi yang dibiakkan secara alami. elestarian eksitu berarti memindahkan jenis dari habitatnya untuk dilestarikan dan diamankan. Pendirian kebun raya Bogor, kebun binatang, penangkaran hewan langka seperti badak, jalak bali, rusa timor, kayu hitam sawo kecik dan lain-lain merupakan upaya pelestarian exsitu yang tidak perlu mengganggu populasi alaminya.
Konservasi ex situ merupakan metode konservasi yang mengonservasi spesies di luar distribusi alami dari populasi tetuanya. Konservasi ini merupakan proses melindungi spesies tumbuhan dan hewan (langka) dengan mengambilnya dari habitat yang tidak aman atau terancam dan menempatkannya atau bagiannya di bawah perlindungan manusia.
III.2 Konservasi Dalam Kancah Global
III.2.1 Peranan Pohon dalam Mitigasi Global Warming
Gas Rumah Kaca terbesar adalah karbondioksida, dimana karbon dioksida dihasilkan sebagai hasil proses alamiah dalam proses respirasi dan juga dari berbagai aktifitas manusia non respirasi. Karbondioksida memiliki peranan menyerap panas sehingga penumpukan dalam jumlah besar akan berakibat meningkatnya suhu bumi.
Karbondioksida dapat berkurang karena terserap oleh lautan dan diserap tanaman untuk digunakan dalam proses fotosintesis. Fotosintesis memecah karbondioksida dan melepaskan oksigen ke atmosfer serta mengambil atom karbonnya (Wikipedia, 2008).
Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin bertambahnya gas rumah kaca. Pertama, mencegah karbon dioksida dilepas ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau komponen karbonnya di tempat lain, cara ini disebut carbon sequestration (menghilangkan karbon). Kedua, mengurangi produksi gas rumah kaca.
Cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbondioksida di udara adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi. Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbondioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam kayunya (Wahyu Prihanta, 2007).
Mekanisme penyerapan karbondioksida adalah melalui proses fotosintesis, dimana karbondioksida diserap oleh tumbuhan dari udara dan bereaksi dengan air membentuk karbohidrat. (Dwijo seputro, 1994). Secara kimiawi proses tersebut digambarkan sebagai berikut. CO2 + H2O C6H12O6, proses tersebut dibantu dengan sinar matahari dan terjadi pda klorofil daun. Dengan mekanisme ini maka secara alamiah pohon memiliki kemampuan mengurangi karbon dioksida di udara.
III.2.2 Konservasi Tumbuhan
Secara alamiah tumbuh-tumbuhan memiliki peran yang sangat besar alam mengurangi karbondioksida di atmosfir yang berarti mampu mengurangi panas bumi. Namun ironisnya, keberdaan tumbuhan dimuka bumi mengalami penurunan jumlah yang signifikan, disisi lain emisi gas rumah kaca makin meningkat akibat berbagai kegiatan yang menggunakan bahan bakar fosil.
Hutan memiliki peran yang sangat tinggi dalam penyerapan karbondioksida, namun kerusakan hutan saat ini semakin meningkat. Di seluruh dunia, tingkat perambahan hutan telah mencapai level yang mengkhawatirkan. Angka kerusakan hutan semakin tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Di tahun 1950-1985, angka kerusakan mencapai 32,9 juta Ha atau 942 ribu hektare per tahun atau 2,616 ribu hektare per hari. Tahun 1985-1993 jumlah hutan yang hilang mencapai 45,6 juta hektare per tahun, hingga tahun 2004 jumlah kerusakan mencapai 59,17 juta Ha dengan lahan kritis di luar kawasan hutan sebesar 41,47 juta Ha. (Jawa Pos, 5/6/2007).
Selain kerusakan hutan, hilangnya tumbuh-tumbuhan terjadi di kawasan non hutan. Wahyu Prihanta sebagai Ketua Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan Universitas Muhammadiyah Malang dalam wawancara ekslusif menyebutkan salah satu contoh kerusakan tumbuhan yang tidak banyak disadarai namun memiliki peran penting dalam mitigasi global warming adalah kerusakan tanaman tepi jalan, dimana tanaman tepi jalan memiliki peran dalam penyerapan gas yang dihasilkan oleh kegiatan transportasi yang makin meningkat (2007). Perusakan tanaman tepi jalan dari jenis Asam Jawa yang telah berumur 200 tahun banyak ditebang di Situbondo (Surya, 4/2-2001), pembangunan jalan di Lumajang (RCTI, 9/2-2001) dan di Jombang (TEB, 2001). Dalam satu minggu 30 pohon mati diracun di Kota Malang, jika seminggu sebelumnya 90 pohon yang di racun, pada hari senin 2/4-2007 jumlahnya meningkat menjadi 120 pohon (Data Dinas Pertamanan Malang).
Dalam bulan April di Jalur Batu – Malang sepanjang 10 km, 2 pohon trembesi dalam kondisi sehat di tebang, 2 pohon trembesi lain dibakar pangkalnya (Data Tim Ekspedisi Biokonservasi seperti yang dilaporkan ke Kapolwil, 15 Maret 2007 dalam Wahyu Prihanta, 2007). Hilangnya tumbuhan juga terjadi akibat alih fungsi lahan untuk berbagai kegiatan manusia sebagai contoh pertanian, perumahan maupun industri.
Berdasarkan fakta di atas, mitigasi global warming dapat dilakukan dengan meningkatkan penyerapan karbondioksida oleh tumbuhan. Menambah jumlah tumbuhan menjadi kurang efektif jika disisi lain perusakan tumbuhan terus dilakukan. Untuk itu selain menanam kegiatan konservasi tumbuhan perlu ditingkatkan.
III.2.3 Konservasi Menyeluruh
Alam tercipta dalam keterkaitan dan keseimbangan yang sempurna, berbagai komponen kehidupan keberadaannya saling menunjang. Selama ini banyak satwa yang berperan dalam membantu penyebaran biji-biji tumbuhan sehingga secara automatis membantu menumbuhkan berbagai jenis tumbuhan yang secara ekologi sesuai. Banyak jenis burung yang memakan buah dan menyebarkan bijinya bersama feces di tempat yang sangat jauh dari pohon induknya (Jones and Luchsinger, 1987; Pulonin, 1994).
Penyebaran biji atau alat reproduksi lain yang dibantu satwa memiliki banyak keuntungan, burung mampu menyebarkan biji di daerah yang tak terjangkau oleh manusia, selain itu daerah edar harian burung relatif pada ekologi sistem ekologi di mana tumbuhan berada sehingga secara klimatologi akan banyak kesesuaian.
Mempertimbangkan hal tersebut maka rehabilitasi tumbuhan dalam rangka mitigasi global warming akan memberikan hasil yang sempurna jika disertai dengan kegiatan konservasi berbagai jenis burung yang memiliki manfaat dalam penyebaran alat reproduksi tumbuhan. Mengingat saat ini banyak penangkapan jenis-jenis burung tersebut dengan berbagai alasan. Jika kegiatan ini di biarkan berlanjut, akan menyebabkan kepunahan burung yang sangat berperan dalam pelestarian tumbuhan baik sebagai mediator polinasi (penyerbukan) maupun mediator dispersal (penyebaran) tumbuhan.
BAB IV PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah suatu istilah pembahasan yang mencakup semua bentuk kehidupan, yang secara ilmiah dapat dikelompokkan menurut skala organisasi biologisnya, yaitu mencakup gen, spesies tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme serta ekosistem dan proses-proses ekologi dimana bentuk kehidupan ini merupakan bagiannya.
Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Berbagai macam spesies makhluk hidup dan jg sumber daya alam tersebar di seluruh kawasan Indonesia. Yang seluruhnya tentu saja memiliki manfaat maupun nilai ekonomis yang sangat berarti bagi kita semua.
Manfaat biodiversitas antara lain :
(1) Merupakan sumber kehidupan, penghidupan dan kelangsungan hidup bagi umat
manusia, karena potensial sebagai sumber pangan, papan, sandang, obat-obatan serta
kebutuhan hidup yang lain
(2) Merupakan sumber ilmu pengetahuan dan tehnologi
(3) Mengembangkan sosial budaya umat manusia
(4) Membangkitkan nuansa keindahan yang merefleksikan penciptanya.
Pelestarian keanekaragaman jenis di Indonesia dilakukan baik secara insitu maupun eksitu. Konservasi in situ berarti konservasi dari spesies target, dalam ekosistem alami atau aslinya, atau pada kawasan yang sebelumnya ditempati oleh ekosistem tersebut. Khusus untuk tumbuhan meskipun berlaku untuk populasi yang dibiakkan secara alami.
IV.2 Saran
Kita harus menjaga keanekaragaman hayati dan sumber daya yang ada di Indonesia . Keanekaragaman hayati memiliki berbagai manfaat dan nilai yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Oleh karena itu, kita harus memanfaatkan segala sesuatu yang ada di alam dengan efektif dan juga tepat guna. Karena semua itu merupakan titipan dari Sang Pencipta dan kita wajib menggunakannya dengan baik agar dapat diwariskan ke anak cucu kita.
Selain itu perlu adanya kajian yang lebih mendalam mengenai manfaat serta peranan konservasi sumber daya alam hayati di Indonesia serta di kancah global hingga akan ditemukan seberapa besar pentingnya Konservasi tersebut dalam pembangunan setiap negara.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2005, Keanekaragaman Hayati dan Konservasinya di Indonesia, Universitas Bandar Lampung, Lampung
Anonim, 2009 Keanekaragaman Hayati, www.wikipedia.com
Leveque, C. & J. Mounolou, 2003, Recovery Konservasi Dan Rehabilitasi Tumbuhan Sebagai Strategi Mitigasi Global Warming, Biodyversiti, New York
Comments
Post a Comment
Isi Komentar kamu untuk Posting ini!!