Dikutip Dari "Berkawan Harimau Bersama Harimau" Didik haryono E.T. Paripurno
Karnivora besar merupakan top Predator di darat yang mengendalikan populasi ungulata. Harimau jawa merupakan salah satu karnivora besar di Jawa, disamping macan tutul dan macan kumbang. Postur tubuh Harimau jawa besar, kekar dan kuat ditunjang ornamen kulit indah bergaris hitam secara vertikal, berrambut halus, menjadikan satwa ini disegani manusia.
Harimau jawa oleh sebagian masyarakat jawa dianggap berkarisma tinggi. Hal ini terlihat pada banyak penyebutan tertuju pada harimau semisal: kyaine, simbah, singbaurekso atau danyang. Penyebutan nama tersebut hanya untuk harimau loreng dan tidak pernah untuk macan tutul. Penyebutan khusus merupakan penghargaan atas kedekatan hubungan antara harimau dengan manusia jawa. Kemungkinan kedekatan hubungan ini dikarenakan manusia dan harimau hidup berdampingan disuatu kawasan dan keduanya sama-sama menjadi predator herbivora.
Kekutan, ketenanngan, keunikan dan kharisma harimau menjadikan satwa ini sebagai sumber inspirasi ‘mistik’ yang didambakan oleh masyarakat jawa. Penuturan masyarakat disekitar hutan msih mengkonfirmasikan tentang nilai-nilai mitos yang melekat kuat pada sosok Harimau jawa. Terkadang sebagian orang berkeyakinan bahwa Harimau jawa merupakaan jelmaan kakek buyut merka.
Keyakinan itu menjadi bumerang bagi masyarakat sehingga ketika ada pelaporan bahwa mereka melihat sosok harimau jawa, selalu dianggap cerita mitos. Bahkan tak jarang penuturan warga divonis sebagai halusinasi, dikarenakan masyarakat sudah dianggap terobsesi oleh keanggunan harimau.
Untuk itu telaah ilmiah berlandaskan penuturan masyarakat, perlu sibuktikan. Penuturan masyarakat tempatan selalu dianggap belum menerapkan kaidah-kaidah ilmiah dalam usaha pembuktian keberadaan Harimau jawa. Penguatan temuan lebih difokuskan pada pembuktian menggunakan parameter terukur ataupun pengamanan sampel-sampel yang dapat dijadikan bukti penguat perjumpaan.
Di dalam keseharian masyarakat tempatan sudah mengenal harimau sebagai satwa hutan pemangsa kijang, rusa, banteng ataupun babi hutan. Jika satwa ini tidak diganggu, maka dia tidak mengganggu manusia. Banyak masyarakat yang menuturkan sering ditemani harimau saat bermalam dihutan, terutama jika mereka membuat perapian. Masyarakat mengetahui bahwa macan dan harimau merupakan golongan hewan pemakan daging. Kedua hewan tersebut tidak pernah dijumpai secara bersasmaan di suatu tempat di dalam hutan. Masyarakat juga tahu bahwa dibawah akar banir pohon besar di dalam hutan biasanya dijadikan sebagai tempat istirahat, memangsa makanan ataupun sebagai tempat tidur harimau. Pemburu lokal juga menginformasikan tentang kebiasaan harimau yang menimbun sisa pemangsaan, dan menjaganya sampai tiga hari. Uraian ini menunjuka bahwa disekitar kawasan hutan yang kemungkinan menjadi habitat Harimau pasti ada satu dua orang yang mengenal betul satwa tersebut.
Untuk itu penulis berusaha mengawinkan pengetahuan masyarakat tempatan dengan pengetahuan akademis, yang dikandung maksud agar pengetahuan dan ilmu masyarakat tempatan dapat terdokumentasikan sebagai bahan wacana kajian akademis.
JAVA TIGER
Large carnivores is a top predator on land that control ungulate populations. Javan tiger is one of the large carnivores in Java, as well as leopards and panthers. Javan Tiger Posture big, burly and strong supported ornaments beautiful skin black striped vertically, smooth, making it respected the human animal.
Javan tiger by some communities in Java are considered highly charismatic. This is seen in many reference fixed on the tigers such as: kyaine, Simbah, singbaurekso or Danyang. The mention of the name only for the tiger stripes and never to leopard. Special mention of an appreciation for the closeness of the relationship between humans Javan tiger. Possible close relationship is because humans and tigers coexist sector in the region and they both become predators herbivores.
Powerful, quiet, uniqueness and charisma of the tiger makes these animals as a source of inspiration 'mystical' is coveted by the Java community. The narrative confirms msih forest surrounding communities about the values inherent strong myth in the figure Javan tiger. Sometimes some people believe that the Javan tiger's great-grandfather merupakaan incarnation they see themselves.
The conviction was a boomerang for the community so that when there is reporting that they saw the figure of Javanese tiger, always considered the story a myth. In fact, not uncommon narrative citizens convicted as hallucinations, because society has deemed obsessed by the elegance of a tiger.
For that the scientific study of narrative based society, need to be proven. Host community narrative is always considered not to apply scientific principles in an attempt to prove the existence of Javan tiger. Strengthening of the findings focused on the evidentiary use measurable parameters or securing samples that can be used as evidence reinforcing encounter.
In the host society in everyday life are familiar with the tiger as predators of forest animals deer, elk, bison or wild boar. If wildlife is not disturbed, so she does not bother humans. Many people are told often accompanied by a tiger at night the forest, especially if they make a fireplace. Society knows that the tiger and the tiger is a carnivorous animal group. Both animals were never found in bersasmaan somewhere in the woods. The people also know that under a large tree roots banir in the woods are usually used as a place of rest, eat food or as a bed tiger. Local hunters also informed about the habit of hoarding the remaining tiger predation, and keep up to three days. This description menunjuka that the surrounding forest areas that may be a tiger habitat must have one or two people who know these animals well.
For that the author tried to marry the host community knowledge with academic knowledge, which was conceived for the purpose of knowledge and science can be documented as a host community discourse of academic study.
Comments
Post a Comment
Isi Komentar kamu untuk Posting ini!!