Skip to main content

Burung Beo Secerdas Anak Usia 4 Tahun



Rabu, 22 Juni 2011 - Jika beo konsisten memilih cangkir yang diisi makanan, ini menunjukkan bahwa mereka telah membuat kesimpulan logis.
Beo mampu melakukan lompatan logis, demikian menurut studi terbaru di mana burung beo abu-abu bernama Awisa menggunakan penalaran untuk mencari tahu di mana letak makanan yang tersembunyi.
Tugasnya merupakan salah satu yang bisa dilakukan anak-anak seusia 4 tahun, dan penalaran ini pun diketahui mampu dilakukan oleh jenis kera besar. Itu membuat beo abu-abu menjadi hewan non-primata pertama yang menunjukkan kecerdasan logis, kata peneliti Sandra Mikolasch, seorang calon doktor di Universitas Wina.
“Kita sekarang tahu bahwa burung beo abu-abu dapat secara logis mengecualikan kemungkinan kesalahan dan malah memilih yang tepat untuk memperoleh imbalan, yang dikenal sebagai ‘inferensi dengan pengecualian’,” kata Mikolasch.

Apakah Anda lebih pintar dari burung beo?
Beo merupakan burung yang cerdas. Seekor burung beo abu-abu yang terkenal, bernama Alex, bahkan memahami konsep “nol,” sesuatu yang tidak dipahami anak-anak sampai mereka berusia 3 atau 4 tahun. Alex, yang meninggal pada tahun 2007, memiliki kosakata 150 kata, yang tampaknya  ia gunakan dalam komunikasi dua arah dengan para peneliti.
Hewan-hewan lain juga mengungkapkan kecerdasan tingkat tinggi. Gajah, misalnya, tahu bagaimana dan kapan saatnya untuk bekerja sama. Dan hyena bahkan lebih baik dari primata dalam hal kerjasama.
Studi sebelumnya menunjukkan bahwa sekitar seperlima simpanse dan kera besar lainnya mampu menggunakan penalaran logis untuk menemukan makanan yang tersembunyi.
Untuk melihat apakah burung bisa melakukan hal yang sama, Mikolasch beserta rekan-rekannya melatih tujuh ekor burung beo abu-abu untuk memilih antara cangkir mana yang pernah mereka lihat terdapat makanan tersembunyi dan cangkir mana yang tidak ada makanannya. Setelah beo mempelajari bagaimana caranya memperoleh imbalan dengan memilih cangkir yang tepat, Mikolasch membangun sebuah percobaan untuk menguji kemampuan mereka untuk menyimpulkan dengan pengecualian.
Dalam satu tes, ia menyembunyikan sepotong makanan (misalnya, benih) dalam satu cangkir dan sepotong makanan lainnya (seperti kenari) dalam cangkir lain selagi burung beo mengamatinya. Selanjutnya, ia mengangkat salah satu cangkir, menunjukkan makanan di dalamnya pada burung beo dan kembali menyembunyikannya, atau dia mengangkat cangkir, menunjukkan makanan pada burung beo, lalu menaruh makanan itu ke dalam sakunya. Burung beo kemudian harus memilih salah satu cangkirnya.
Dalam percobaan kedua, Mikolasch melakukan hal yang sama, namun kali ini melakukannya di belakang layar buram. Burung beo hanya melihat dia memegang sepotong makanan yang dia singkirkan, tapi tidak melihat saat dia menyingkirkannya. Jadi burung beo itu, jika menggunakan kecerdasan mereka, pastilah tahu bahwa cangkir yang pernah diletakkan makanan sekarang sudah kosong. Kesimpulan logisnya, kemudian, adalah bahwa cangkir lainnya masih terdapat makanan di dalamnya. Jika beo konsisten memilih cangkir yang diisi makanan, ini menunjukkan bahwa mereka telah membuat kesimpulan logis.
Para peneliti mengontrol percobaan ini untuk memastikan hasilnya bukanlah hasil dari penciuman burung pada sisa makanan.


Belajar penalaran
Tiga dari tujuh ekor beo terbukti cukup baik dalam memilih sebuah cangkir berisi makanan dalam percobaan di mana mereka pernah melihat peneliti menyingkirkan atau kembali meletakkan makanan ringan. Ketiga ekor beo – Maja, Moritz dan Awisa – memilih cangkir berisi makanan dengan tingkat keberhasilan setidaknya 70 persen, secara signifikan lebih baik daripada kebetulan. Namun dalam percobaan di mana makanan telah disingkirkan di belakang layar dan kemudian ditunjukkan pada beo, hanya Awisa, seekor betina berusia 13 tahun, yang tahu mana makanan yang tersisa, memilih cangkir yang tepat dengan tingkat keberhasilan 76 persen.
Awisa mungkin telah berhasil karena dia adalah burung beo “anak ajaib” yang sama halnya seperti anak di kelas matematika yang selalu dapat nilai A-plus, kata Mikolasch. Ada juga kemungkinan bahwa burung-burung lainnya mampu melakukan penalaran logis, namun sesuatu tentang kondisi tes cukup mengganggu atau membingungkan mereka.
Fakta bahwa tidak semua burung mampu melakukannya menunjukkan bahwa penalaran logis bukanlah tugas yang mudah bagi mereka, sebanyak empat per lima kera besar mengalami kesulitan dalam percobaan yang sama. Pada studi sebelumnya, Mikolasch mengatakan, 18 dari 20 anak berusia 4 tahun mampu membuat lompatan logis yang sama seperti Awisa.
Menariknya, para peneliti menemukan, Awisa menjadi lebih baik menebak cangkir yang tepat pada percobaan di mana dia tidak melihat makanan disingkirkan, tetapi tidak berhasil pada percobaan di mana dia melihatnya. Itu menunjukkan bahwa burung beo “belajar menalar” tentang apa yang dilakukan peneliti di belakang layar, kata Mikolasch.
“Saya rasa ini merupakan satu langkah lagi untuk menunjukkan kemampuan kognitif burung dan hewan pada umumnya,” katanya. “Lebih banyak perhatian lagi yang harus dilakukan terhadap kebutuhan mereka … Saat menguji beo abu-abu di pusat penyelamatan burung beo, saya jadi tahu, dalam kondisi seburuk apa bagi beberapa dari mereka harus hidup selama beberapa tahun sebelum mereka diselamatkan.”

Kredit: Universitas Wina
Jurnal: Mikolasch, S., Kotrschal, K. Schloegl, C. African grey parrots (Psittacus erithacus) use inference by exclusion to find hidden food. Biology letters, 21 Juni 2011; DOI: 10.1098/rsbl.2011.0500

Comments