Skip to main content

Efek Perubahan Iklim pada Persebaran Laba-laba Reklus Coklat



Selasa, 26 April 2011 - Salah satu laba-laba paling ditakuti di Amerika Utara menjadi subjek studi terbaru yang bertujuan meramalkan distribusinya dan bagaimana distribusi ini dapat dipengaruhi perubahan iklim.
Ketika diganggu, laba-laba reklusa coklat (Loxosceles reclusa), menyuntikkan bisa kuat yang dapat membunuh jaringan di lokasi gigitan. Hal ini dapat mengakibatkan goresan dan bengkak dalam yang menyakitkan.
Namun lukanya tidak selalu mudah di diagnosa. Praktisi medis dapat dibingungkan dengan gigitan dari kondisi serius lainnya, termasuk penyakit Lyme dan berbagai jenis kanker. Distribusi laba-laba ini tidak dipahami baik, dan profesional medis sering mendiagnosa gigitan reklusa coklat di luar daerah dimana ia diketahui ada.
Dengan mengkarakterisasi distribusinya dengan lebih baik dan dengan memeriksa potensi daerah distribusi pada skenario perubahan iklim di masa depan, masyarakat medis dan umum dapat lebih mengetahui mengenai spesies ini, kata penulis studi ini Erin Saupe. Saupe adalah mahasiswa pasca sarjana Geologi dan mahasiswa lembaga Keanekaragaman Hayati.
Untuk mempelajari distribusi reklusa coklat, Saupe dan peneliti lainnya menggunakan teknik pemetaan prediktif yang disebut pemodelan niche ekologis. Mereka menerapkan skenario perubahan iklim masa depan pada distribusi laba-laba yang sudah diketahui di Amerika Serikat Tengah barat dan selatan. Para peneliti menyimpulkan kalau jangkauannya dapat menyebar ke utara, menginvasi daerah yang sebelumnya tidak terpengaruh. Daerah yang akan terpengaruh dapat mencakup bagian-bagian dari Nebraska, Minnesota, Wisconsin, Michigan, South Dakota, Ohio, dan Pennsylvania.
“Hasil ini mengilustrasikan konsekuensi negatrif potensial perubahan iklim pada manusia dan akan membantu profesional medis dalam identifikasi dan perawatan gigitan yang sesuai, mengurangi misdiagnosa gigitan,” kata Saupe.
Makalah ini diterbitkan tanggal 25 Maret 2011 dalam jurnal PLoS ONE. Tim peneliti mencakup Saupe; Monica Papes, seorang alumna Biologi evolusi dan ekologi lembaga keanekaragaman hayati; Paul Selden, direktur lembaga paleontologi dan profesor paripurna paleontologi invertebrata, jurusan Geologi dan Richard S. Vetter, Universitas California-Riverside.
Sumber berita :
University of Kansas Biodiversity Institute.

Comments