Skip to main content

MANFAAT EKONOMI DAN SOSIAL PENGOLAHAN KAYU PUTIH


Guna Memenuhi Tugas Artikel Mata Kuliah HHBK

Oleh:
Solihul Hadi
2006071454
Minyak kayu putih (cajuput oil, oleum-melaleuca-cajeputi, atau oleum cajeputi) dihasilkan dari hasil penyulingan daun dan ranting kayu putih. Tanaman yang memiliki nama latin Meialeuca leucadendra L ini dapat tumbuh di tanah tandus, tahan panas dan dapat bertunas kembali setelah terjadi kebakaran. Tanaman ini dapat ditemukan dari dataran rendah sampai 400 m dpi.
Menurut Bailey (1963) dalam Ketaren dan Djatmiko, 1978), Tanaman kayu putih dapat tumbuh di daerah yang mengandung air garam, angin bertiup kencang, kering dan berhawa sejuk. Dengan kondisi diatas maka tanaman ini dapat juga ditanam didaerah pantai dan pegunungan.
Pohon kayu putih terdapat secara alami di daerah Asia Tenggara, yang tumbuh di dataran rendah atau rawa tetapi jarang ditemukan di daerah pegunungan. Tanaman kayu putih yang tumbuh di rawa-rawa mempunyai komposisi kimia yang berbeda dengan yang terdapat pada dataran rendah. Tanaman yang tumbuh di rawa-rawa mempunyai kadar sineol yang rendah, bahkan ada yang tidak mengandung sineol, sehingga tanaman kayu putih yang tumbuh di rawa-rawa tidak mempunyai nilai ekonomi (Ketaren dan Djatmiko, 1978).
Di Indonesia tanaman kayu putih tumbuh di Maluku (pulau Baru, Seram, Nusalaut, Ambon) dan Sumatra Selatan (sepanjang sungai Musi, Palembang) Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Timur dan Irian Jaya. Di daerah tersebut tanaman kayu putih tumbuh secara alami, sedangkan tanaman yang diusahakan terdapat di Jawa Timur, dan Jawa Barat.
Pohonini memiliki tinggi 10-20 m, kulit batangnya berlapis-lapis, berwarna putih keabu-abuan dengan permukaan kulit yang terkelupas tidak beraturan. Batang pohonnya tidak terlalu besar, dengan percabangan yang menggantung kebawah. Daun tunggal, agak tebal seperti kulit, bertangkai pendek, letak berseling. Helaian daun berbentuk jorong atau lanset, panjang 4,5-15 cm, lebar 0,75-4 cm, ujung dan pangkalnya runcing, tepi rata, tulang daun hampir sejajar. Permukaan daun berambut, warna hijau kelabu sampai hijau kecoklatan, Daun bila diremas atau dimemarkan berbau minyak kayu putih. Perbungaan majemuk bentuk bulir, bunga berbentuk seperti lonceng, daun mahkota warna putih, kepala putik berwarna putih kekuningan, keluar di ujung percabangan. Buah panjang 2,5-3 mm, lebar 3-4 mm, warnanya coklat muda sampai coklat tua. Bijinya halus, sangat ringan seperti sekam, berwarna kuning. Buahnya sebagai obat tradisional disebut merica bolong. Ada beberapa varietas pohon kayu putih. Ada yang kayunya berwarna merah, dan ada yang kayunya berwarna putih.
Rumphius membedakan kayu putih dalam varietas daun besar dan varietas daun kecil. Varietas yang berdaun kecil, yang digunakan untuk membuat minyak kayu putih. Daunnya, melalui proses penyulingan, akan menghasilkan minyak atsiri yang disebut minyak kayu putih, yang warnanya kekuning-kuningan sampai kehijau-hijauan. Perbanyakan dengan biji atau tunas akar.
Sebagai tumbuhan industri, kayu putih dapat diusahakan dalam bentuk hutan usaha (agroforestri. Perhutani memiliki beberapa hutan kayu putih untuk memproduksinya. Minyak kayu putih yang diambil dari penyulingan biasa dipakai sebagai minyak balur atau campuran minyak pengobatan lain (seperti minyak telon) atau campuran parfum serta produk rumah tangga lain.
Minyak kayu putih merupakan salah satu produk kehutanan yang telah dikenal luas oleh masyarakat. Minyak atsiri hasil destilasi atau penyulingan daun kayu putih (Melaleuca leucadendron Linn.) ini memiliki bau dan khasiat yang khas, sehingga banyak dipakai sebagai kelengkapan kasih sayang ibu terhadap anaknya, terutama ketika masih bayi.
Ciri-ciri bahan minyak kayu putih yang bagus diantaranya pohon kayu putih yang berdaun lebat dan tua. Disamping itu musim kering juga sangat berpengaruh, semakin kering kandungan minyaknya semakin banyak.
Selain menghasilkan minyak kayu putih, batang dan daun yang telah dimasak dikeringkan lagi untuk digunakan menjadi bahan bakar. Batang kayu putih sebagai bahan bakar tungku penyulingan, sedang daun yang telah kering digunakan untuk masak sajeng (nira).
Karena dapat tumbuh di daerah yang tandus, maka penanaman kayu putih selain untuk mendapatkan minyaknya, dapat juga digunakan untuk mencegah erosi pada tanah yang gundul (Anonim 2008). Selain itu, tanaman kayu putih mampu mempercepat pemulihan hutan sekunder dari kebakaran maupun dari pengembalaan liar yang berpindah-pindah. In di karenakan tanaman kayu putih mampu bertahan pada areal yang memiliki suhu yang sangat tinggi termasuk bijinya yang dapat bertahan saat terjadi kebakaran hutan (Soetrisno 1990).
Secara ekologi, tanaman kayu putih merupakan tanaman yang mempunyai perakaran dalam sehingga mempercepat daur ulang unsure-unsur hara dari serasahnya. Manfaat ekologi yang lain juga adalah dengan pengurangan aliran air permukaan, pencucian unsur hara dan erosi tanah melalui efek rintangan yang dihasilkan oleh akar-akar dan batang pohin pada proses tersebut juga Perbaikan struktur tanah melalui penambahan bahan organik secara tetap dari daun- daun yang terkomposisi ( Lajihe, 2000).
Lain halnya dengan aspek ekonomi, banyak orang mengakui bahwa nilai ekonomis kayu putih jauh lebih kecil dibandingkan dengan kayu jati yang dihasilkan PT Perhutani. Namun demikian, proses produksi tersebut berdampak luas secara sosial. Secara ekonomi tanaman kayu putih memang lebih rendah nilainya ketimbang kayu jati. Tapi, usaha minyak kayu putih mampu menyerap ribuan tenaga kerja sehingga memiliki dampak positif yang sangat besar dari kegiatan tersebut.
Dari usaha minyak kayu putih memiliki nilai yang dihasilkan dalam setengah bulan sekitar 200 hingga 300 kilogram dengan harga jual kisaran Rp 100 ribu per kilogram. Banyak sedikitnya hasil penyulingan tergantung bagus tidaknya bahan baku. Dengan demikian diprlukan tinjauan yang kebih mendalam mengenai usaha yang dikembangkan dari tanaman kayu putih ini. Karena selain daunnya yang di manfaatkan. Batang dan pohonnya memiliki nilai ekonomi seperti menjadikannya kayu baker yang di gunakan untuk biaya produksi minyak kayu putih itu sendiri.
Dalam usaha pemerintah mengembangkan sector hasil hutan bukan kayu, maka usaha yang meliputi pengembangan produksi kayu putih perlu di tijau ulang. Sehingga dapat di temukan solusi cerdas yang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat yang menggeluti bidang ini. Dari beberapa hasil penelitian, membuktikan bahwa masyarakat mengalami hambatan dalam permodalan usaha ini. Peran pemerintah untuk membantu kinerja usaha yang sengaja di kembangkan tersebut diperlukan campurtangan pemerintah yang lebih positif ketimbang memberdayakan mereka tanpa tujuan yang jelas.

Comments