Skip to main content

PERANAN HUTAN ALAM DI INDONESIA DILIHAT DARI SEGI EKOLOGIS, EKONOMIS DAN SOSIAL BUDAYA


BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan, modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek biosfer Bumi yang paling penting (wikipedia 2009).
Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun di pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar. Hutan merupakan suatu kumpulan tetumbuhan, terutama pepohonan atau tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang cukup luas. Pohon sendiri adalah tumbuhan cukup tinggi dengan masa hidup bertahun-tahun. Jadi, tentu berbeda dengan sayur-sayuran atau padi-padian yang hidup semusim saja. Pohon juga berbeda karena secara mencolok memiliki sebatang pokok tegak berkayu yang cukup panjang dan bentuk tajuk (mahkota daun) yang jelas.
Suatu kumpulan pepohonan dianggap hutan jika mampu menciptakan iklim dan kondisi lingkungan yang khas setempat, yang berbeda daripada daerah di luarnya. Jika kita berada di hutan hujan tropis, rasanya seperti masuk ke dalam ruang sauna yang hangat dan lembab, yang berbeda daripada daerah perladangan sekitarnya. Pemandangannya pun berlainan. Ini berarti segala tumbuhan lain dan hewan (hingga yang sekecil-kecilnya), serta beraneka unsur tak hidup lain termasuk bagian-bagian penyusun yang tidak terpisahkan dari hutan.
Sedangkan pengertian dari hutan alami yaitu hutan yang terutama terdiri dari pohon-pohon indijenus yang tidak pernah ditanam oleh manusia. Hutan-hutan alam tidak mencakup perkebunan (Anonim 2009). Hutan alam ini memiliki batasan pengertian bahwa wilayah ini di dominasi pepohonan melalui siklus suksesi secara alami pula.
Indonesia memiliki 10% hutan tropis dunia yang masih tersisa. Hutan Indonesia memiliki 12% dari jumlah spesies binatang menyusui/mamalia, pemilik 16% spesies binatang reptil dan ampibi, 1.519 spesies burung dan 25% dari spesies ikan dunia. Sebagian dianataranya adalah endemik atau hanya dapat ditemui di daerah tersebut.
Luas hutan alam asli Indonesia menyusut dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan. Hingga saat ini, Indonesia telah kehilangan hutan aslinya sebesar 72 persen (World Resource Institute, 1997). Penebangan hutan Indonesia yang tidak terkendali selama puluhan tahun dan menyebabkan terjadinya penyusutan hutan tropis secara besar-besaran. Laju kerusakan hutan periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta hektar per tahun, sedangkan pada periode 1997-2000 menjadi 3,8 juta hektar per tahun. Ini menjadikan Indonesia merupakan salah satu tempat dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia. Di Indonesia berdasarkan hasil penafsiran citra landsat tahun 2000 terdapat 101,73 juta hektar hutan dan lahan rusak, diantaranya seluas 59,62 juta hektar berada dalam kawasan hutan. (Badan Planologi Dephut, 2003).
Pada abad ke-16 sampai pertengahan abad ke-18, hutan alam di Jawa diperkirakan masih sekitar 9 juta hektar. Pada akhir tahun 1980-an, tutupan hutan alam di Jawa hanya tinggal 0,97 juta hektar atau 7 persen dari luas total Pulau Jawa. Saat ini, penutupan lahan di pulau Jawa oleh pohon tinggal 4 %. Pulau Jawa sejak tahun 1995 telah mengalami defisit air sebanyak 32,3 miliar meter kubik setiap tahunnya (Walhi 2004).
Hal tersebut memberikan fakta bahwa peranan hutan terutama hutan alam sangatlah besar. Baik secara ekologi, ekonomi maupun sosial masyarakata yang serta merta memperngaruhi secara langsung maupun tidak langsung terhadap kelangsungan hidup masyarakat di sekitarnya. Kemudian, dampak yang di akibatkan memberikan pertimbangan kepada kebijakan dan disiplin ilmu yang terlibat untuk meninjau peranan hutan alam secara langsung terhadap 3 (tiga aspek), Ekologi, ekonomi dan sosial budaya.
I.2 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah ingin meninjau peranan hutan alam yang di lihat dari 3 (tiga) aspek yaitu. Ekologi, ekonomi dan sosial budaya.
I.3 Rumusan Masalah
Bagaimana dan apasaja peranan hutan alam yang di lihat dari 3 (tiga) aspek yaitu. Ekologi, ekonomi dan sosial budaya.


BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi dan Pengertian Hutan
Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undang-undang tersebut, Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.
Dari definisi hutan yang disebutkan, terdapat unsur-unsur yang meliputi :
  1. Suatu kesatuan ekosistem
  2. Berupa hamparan lahan
  3. Berisi sumberdaya alam hayati beserta alam lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
  4. Mampu memberi manfaat secara lestari.
Keempat ciri pokok dimiliki suatu wilayah yang dinamakan hutan, merupakan rangkaian kesatuan komponen yang utuh dan saling ketergantungan terhadap fungsi ekosistem di bumi. Eksistensi hutan sebagai subekosistem global menenpatikan posisi penting sebagai paru-paru dunia (Zain, 1996).
Sedangkan kawasan hutan lebih lanjut dijabarkan dalam Keputusan Menteri Kehutanan No. 70/Kpts-II/2001 tentang Penetapan Kawasan Hutan, perubahan status dan fungsi kawasan hutan, yaitu wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Dari definisi dan penjelasan tentang kawasan hutan, terdapat unsur-unsur meliputi :
  1. suatu wilayah tertentu
  2. terdapat hutan atau tidak tidak terdapat hutan
  3. ditetapkan pemerintah (menteri) sebagai kawasan hutan
  4. didasarkan pada kebutuhan serta kepentingan masyarakat.
Dari unsur pokok yang terkandung di dalam definisi kawasan hutan, dijadikan dasar pertimbangan ditetapkannya wilayah-wilayah tertentu sebagai kawasan hutan. Kemudian, untuk menjamin diperolehnya manfaat yang sebesar-besarnya dari hutan dan berdasarkan kebutuhan sosial ekonomi masyarakat serta berbagai faktor pertimbangan fisik, hidrologi dan ekosistem, maka luas wilayah yang minimal harus dipertahankan sebagai kawasan hutan adalah 30 % dari luas daratan.
Berdasarkan kriteria pertimbangan pentingnya kawasan hutan, maka sesuai dengan peruntukannya menteri menetapkan kawasan hutan menjadi :
  1. wilayah yang berhutan yang perlu dipertahankan sebagai hutan tetap
  2. wilayah tidak berhutan yang perlu dihutankan kembali dan dipertahankan sebagai hutan tetap.
Pembagian kawasan hutan berdasarkan fungsi-fungsinya dengan kriteria dan pertimbangan tertentu, ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah RI No. 34 tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan Pasal 5 ayat (2), sebagai berikut :
a. Kawasan Hutan Konservasi yang terdiri dari kawasan suaka alam (cagar alam dan Suaka Margasatwa), Kawasan Pelestarian Alam (Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam), dan Taman Buru.
  1. Hutan Lindung
  2. Hutan Produksi
II.2 Fungsi Hutan Dalam Pembangunan
Dalam pola umum pembangunan jangka panjang kedua diletakkan pada bidang ekonomi diantaranya dititikberatkan pada pembangunan ekonomi yang mengelola kekayaan bumi Indonesia. Seperti kehutanan dan pertambangan harus senantiasa memperhatikan bahwa pengelolaan sumberdaya alam, selain untuk memberi manfaat masa kini, juga harus menjamin kehidupan masa depan.
Sumberdaya alam yang terbaharui harus dikelola sedemikian rupa sehingga fungsinya dapat selalu terpelihara sepanjang masa. Oleh karena itu, sumberdaya alam harus dijaga agar kemampuannya untuk memperbaharui diri sendiri selalu terpelihara. Sumberdaya alam yang tidak terbaharukan harus digunakan sehemat mungkin dan diusahakan hasilnya selama mungkin. Pembangunan kehutanan harus makin diarahkan untuk meningkatkan pemanfaatan hutan bagi industri dalam negeri sehingga dapat menghasilkan nilai tambah dan menciptakan lapangan kerja yang sebesar-besarnya.
Kebijakan umum pembangunan kehutanan dalam Pelita VI dituangkan di dalam GBHN 1993 sebagai berikut :
a. pembangunan kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan tetap menjaga kelestarian dan fungsi hutan, dan dengan mengutamakan pelestarian sumberdaya alam dan fungsi lingkungan hidup, memelihara tata air, serta untuk memperluas kesempatan usaha dan lapangan kerja, meningkatkan sumber dan pendapatan negara, devisa serta mengacu pembangunan daerah.
b. Pengembangan produksi hasil kayu dan non kayu diselenggarakan melalui upaya peningkatan pengusahaan hutan produksi, hutan rakyat, hutan tanaman industri dan upaya peningkatan produktivitas hutan alam yang didukung oleh penyediaan bibit hutan tanaman hutan yang unggul dan budidaya kehutanan yang tangguh.
c. Hutan sebagai salah satu penentu ekosistem, pengelolaannya ditingkatkan secara terpadu dan berwawasan lingkungan untuk menjaga dan memelihara fungsi tanah, air, udara, iklim dan
d. lingkungan hidup serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.
e. Upaya rehabilitasi hutan dan tanah kritis, konservasi tanah, rehabilitasi sungai, rawa, pelestarian gua-gua alam, karang laut, flora dan fauna langka serta pengembangan fungsi DAS ditingkatkan dan makin disempurnakan.
f. Dalam pembangunan kehutanan, keikutsertaan masyarakat di kawasan hutan sekitarnya termasuk masyarakat transmigrasi kehutanan perlu diberi peluang dan ditingkatkan.
g. Pengusahaan hasil hutan disesuaikan dengan daya dukung sumberdaya alamnya agar kelestarian sumberdaya hutan terjamin dan perusakan lingkungan dapat dicegah.
h. Pembangunan kehutanan perlu didukung dengan kegiatan penyuluhan, pendidikan dan pelatihan, peraturan perundang-undangan, penyediaan informasi serta penelitian dan pengembangan.
Pada Inti kebijaksanaan pembinaan kawasan hutan, terdapat langkah pelaksanaan sebagai berikut :
a. Percepatan pemantapan kawasan
b. Peningkatan mutu dan produktivitas kawasan hutan dan hutan rakyat
c. Peningkatan efisiensi dan produktivitas pengelolaan hutan dan pengelolaan hasil hutan
d. Peningkatan peran serta masyarakat, penanggulangan kemiskinan dan peningkatan pendapatan daerah tertiunggal.
e. Peningkatan peran serta koperasi, usaha menengah, kecil dan tradisional
f. Peningkatan daya dukung lahan melalui reboisasi dan rehabilitasi lahan serta perbaikan mutu lingkungan hidup
g. Peningkatan mutu fungsi kawasan-kawasan konservasi hutan lindung
b. Pelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya
c. Peningkatan peran pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan kehutanan
d. Peningkatan penyuluhan kehutanan, peran pemuda dan wanita dalam pembangunan kehutanan
e. Pengamanan hutan, hasil hutan dan sumberdaya alam hayati lainnya.
f. Peningkatan peran peneliti dan pengembangan dalam pembangunan kehutanan
g. Pengembangan kualitas sumberdaya manusia yang maju dan mandiri serta memiliki motivasi yang tinggi.
h. Penyempurnaan kelembangaan, peraturan perundang-undangan dan sistem informasi manajemen kehutanan.


BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
III.1 Hutan Dalam Perspektif Umum
Jika dilihat dari sisi fungsi dan peran, kekayaan sumberdaya hutan memberikan arti penting baik dari aspek ekonomi, sosial maupun lingkungan bagi masyarakat lokal. nasional maupun dunia. Karena hutan memiliki fungsi sebagai penyerap karbon (carbon sink) dan memiliki nilai Biodiversity (keanekaragaman hayati) yang luar biasa besarnya. Kita mengenal ada tiga manfaat utama sumberdaya hutan : a) sebagai sumber keanekaragaman jenis flora antara lain penghasil kayu, pangan, bahan serat, bahan parfum, bahan obat, bahan kimia alam, bahan penyamak, pewarna dan lain lain, b) Sebagai sumber keaneka ragaman fauna antara lain penghasil protein, bahan obat, sumber genetik, untuk pemuliaan ternak, burung, serangga, ikan reptil, madu, kulit dan lain lain, c) Sebagai sumber beranekaragam jasa yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia seperti jasa wisata alam, pengaturan tata air dan iklim mikro, pendaurulangan CO2, perlindungan tanah, gudang plasma nutfah, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, mensuburkan tanah dan sebagainya. Dengan kata lain, sumber daya hutan sesungguhnya memberikan manfaat yang sangat majemuk (multifunctional benefit). Dalam prespektif ini, tentu saja nilai kayu (nilai ekonomi) hanyalah sebagian kecil saja dari nilai ekonomi manfaat sumberdaya tersebut.
Jika dicermati, tampak disini bahwa peran pemanfaatan sumberdaya hutan sesungguhnya dapat sangat berarti dalam mendukung pembangunan tanpa harus berakibat pada rusaknya sumberdaya hutan dan lingkungan yang berlebihan. Peran ini tentu saja akan semakin meningkat bila semua potensi manfaat dioptimalkan secara kompromistis melalui pengelolaan dan penataan ruang pemanfaatan yang menyeluruh. Dengan kata lain, peran sumberdaya hutan tetap penting dan berarti dalam kerangka pembangunan tanpa keharusan membebankan secara berlebih hanya pada kegiatan eksploitasi hasil kayu. Gambaran tersebut sesungguhnya mempertegas perlunya dengan segera melakukan pergeseran orientasi pemanfaatan hutan menuju pemanfaatan yang majemuk dengan prespektif jangka panjang. Pergeseran ini tentu saja sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan yang menekankan pentingnya memperhitungkan aspek-aspek lingkungan kedalam segala bentuk kegiatan pembangunan ekonomi.
III.2 Peran Hutan Alam Dari Aspek Ekologis
Hutandenganpenyebarannya yang luas, dengan struktur dan komposisinya yang beragam diharapkan mampu menyediakan manfaat ling kungan yang amat besar bagi kehidupan manusia antara lain jasa peredaman terhadap banjir, erosi dan sedimentasi serta jasa pengendalian daur air. Peran hutan dalam pengend alian daur air dapat dikelompokkan sebagai berikut :
  1. Sebagai pengurang atau pembuang cadangan air dibumi melalui proses :
    1. Evapotranspirasi
    2. Pemakaian air ko nsumtif untuk pembentukan jaringan tubuh vegetasi.
  1. Menambah titik-titik air diatmosfer.
  2. Sebagai penghalang untuk sampainya air di bumi melalui proses intersepsi.
  3. Sebagai pengurang atau peredam energi kinetik aliran air lewat :
    1. Tahanan permukaan dari bagian batang d i permukaan
    2. Tahanan aliran air permukaan karena ad any a seresah d i permukaan.
  1. Sebagai pendorong ke arah perb aikan kemampuan w atak fisik tanah untuk memasukkan air lewat sistem perakaran, penambahan bahan organik ataupun adany akenaikan kegiatan biologik di dalam tanah.
Semua peran veg etasi tersebub ersifat dinamik yang akan berubah dari musim ke musim maupun dari tahun ke tahun. Dalam keadaan hutan y ang telah mantap, perubahan peran hutan mungkin hana nampak secara musiman, sesuai d eng an pola sebaran hujannya.
Peran hutan terhadap pengendalian daur air dimulai dari peran tajuk menyimpan air sebagai air intersepsi. Sampai saat ini intersepsi belum dianggap sebagai faktor penting dalam daur hidrologi. Bagi aerah yang hujann a rendah dan kebutuhan air dipenuhi dengan konsep water harvest maka para pengelola Daerah Aliran Sung ai (DAS ) harus tetap memperhitungkan besarny a intersepsi karena jumlah air yang hilang sebagai air intersepsi dapat mengurangi jumlah air yang masuk ke suatu kawasan dan akhirnya mempeng aruhi neraca air regional.
Dengan demikian pemeliharaan hutan yang berupa penjarang ansangat penting dilaksanakan sesuai frekuensi yang telah ditetapkan.
III.3 Peran Hutan Alam Dari Aspek Ekonomis
Pengusahaan hutan rakyat adalah suatu usaha yang meliputi kegiatan: produksi, pengolahan hasil, pemasaran dan kelembagaan. Dari cakupan pengusahaan hutan rakyat tersebut dapat diketahui bahwa stakeholder dalam usaha hutan rakyat ini cukup banyak, antara lain pemilik lahan, petani penggarap, buruh tani, pekerja kasar, sampai dengan pedagang dan industri serta pemerintah daerah. Dengan banyaknya pihak yang terlibat dalam pengusahaan hutan rakyat tersebut, wajar jika usaha hutan rakyat memberikan kontribusi pendapatan kepada lebih banyak stakeholdernya. Sebagaimana diketahui bahwa hutan rakyat sampai saat ini diusahakan oleh masyarakat di pedesaan, sehingga kontribusi manfaat hutan rakyat akan berdampak pada perekonomian desa. Manfaat ekonomi hutan rakyat secara langsung dapat dirasakan masing-masing rumah tangga para pelakunya dan secara tidak langsung berpengaruh pada perekonomian desa. Ekonomi pedesaan yang dimaksud disini lebih diartikan sebagai ekonomi yang berlaku di wilayah pedesaan.
Pendapatan dari hutan rakyat bagi petani masih diposisikan sebagai pendapatan sampingan dan bersifat insidentil dengan kisaran tidak lebih dari 10% pendapatan total yang mereka terima. Hal ini disebabkan karena pengusahaan hutan rakyat masih merupakan jenis usaha sambilan. Usaha hutan rakyat pada umumnya dilakukan oleh keluarga petani kecil biasanya subsisten yang merupakan ciri umum petani Indonesia. Golongan petani subsisten tersebut menurut Scott (1976) memiliki kebiasaan mendahulukan selamat artinya apa yang diusahakan prioritas pertama adalah untuk mencukupi kebutuhan konsumsi sendiri, yang biasa disebut dengan etika subsisten. Luasnya cakupan penguasaan hutan memberikan sebaran kontribusi ekonomi yang juga cukup luas di masyarakat desa. Pada sub sistem produksi dan pengolahan, hutan rakyat juga memberikan kontribusi pendapatan terhadap orang-orang di luar pemilik hutan rakyat, misalnya buruh tani atau tenaga kerja lainnya. Ini dapat terlihat jelas pada hutan-hutan rakyat yang dikelola secara intensif maupun secara sambilan, dimana pengusahaan hutan rakyat ini mampu menyerap tenaga kerja di desa tersebut. Untuk aktivitas pemasaran hasil, pengusahaan rakyat memberikan kontribusi pendapatan terhadap para pelaku dalam sistem distribusi. Dapat dipahami bahwa jika pengusahaan hutan dilakukan secara sambilan (input teknologi dan manajemen yang rendah) hanya memiliki manfaat langsung ekonomi kepada pemilik lahan dan tengkulak, sehingga belum nampak adanya kontribusi pendapatan terhadap pihak lain.
Sedangkan pada pengusahaan hutan rakyat yang dilakukan secara intensif, diperkirakan mampu memberikan manfaat ekonomi terhadap pihak-pihak penyedia input yang lebih luas. Dengan demikian peran pengusahaan hutan rakyat dalam perekenomian desa, minimal mampu memberikan kontribusi pendapatan rumah tangga pelaku hutan rakyat (secara mikro), yang pada gilirannya memberikan kontribusi terhadap pendapatan desa. Selain peran dalam memberikan kontribusi pendapatan, pengusahaan hutan rakyat juga mampu memberikan lapangan pekerjaan terhadap tenaga kerja produktif juga mampu menstimulir usaha ekonomi produktif lainnya sebagai produksi lanjutan dari pengusahaan hutan rakyat, bahkan hutan rakyat juga terbukti mampu meminimalisir dampak krisis moneter.
Untuk meningkatkan peran hutan rakyat dalam perekonomian desa maka perlu adanya intensifikasi pengelolaan hutan rakyat, sehingga hutan rakyat lebih mampu melebarkan spektrum perannya dalam meningkatkan perekonomian khususnya di pedesaan sebagai basis usaha hutan rakyat. Makin intensifnya pengusahaan hutan rakyat secara umum akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan memberikan kontribusi pendapatan yang lebih luas, karena para pelaku yang terlibat dalam pengusahaan hutan rakyat makin banyak. Dengan terjadinya peningkatan pendapatan dari masing-masing individu yang terlibat dalam pengusahaan hutan maka secara tidak langsung, usaha hutan rakyat ini akan ikut mendongkrak perekonomian pedesaan.
Pengusahaan hutan rakyat dalam perekonomian pedesaan memegang peranan penting baik bagi petani pemilik lahan hutan rakyat maupun untuk tumbuhnya industri pengolahan kayu rakyat. Meskipun demikian, sampai saat ini masih banyak diterapkan apa yang disebut “daur butuh”, yakni umur pohon yang dipanen ditentukan oleh kebutuhan pendapatan. Di masa mendatang sistem pemanenan seperti ini diharapkan akan berubah menjadi sistem pemanenan yang terencana karena semakin meningkatnya permintaan dari industri-industri pengolahan kayu yang berada dekat di daerah sekitar hutan rakyat, seperti industri penggergajian dan industri meubel. Permintaan kayu rakyat dirasakan semakin meningkat sejak pemerintah memberlakukan moratorium atau jeda balak. Dengan adanya kebijakan tersebut maka pasokan kayu dari hutan negara ke industri pengolahan kayu juga semakin berkurang. Dalam kondisi seperti ini, hutan rakyat muncul menjadi salah satu alternatif sumber pasokan bahan baku kayu. Menurut Hardjanto (2003) permintaan kayu rakyat terdiri dari tiga macam yaitu: a) permintaan pasar lokal, b) industri menengah yang produknya untuk scope yang lebih luas dan berorientasi ekspor, dan c) industri besar padat modal. Pada industri menengah alat-alat yang digunakan relatif lebih sederhana, serta kwalita dan randemen kayu olahan yang dihasilkan masih rendah. Selain itu masih belum ada standarisasi produk, sehingga terkadang kurang memenuhi atau sesuai dengan permintaan pasar.


III.4 Peran Hutan Alam Dari Aspek Sosial Budaya
Pemerintah Indonesia telah menawarkan sistem hutan kemasyarakatan sejak tahun 1998, namun konsep tersebut belum mengedepankan rakyat sebagai aktor utama dalam pengelolaan hutan. Rakyat hanya diajak, dan bukan rakyat yang menentukan sistem pengelolaan hutan. Kemudian di tahun 2003, dikeluarkan kembali pencanangan social forestry oleh pemerintah, yang konsepnya tidak jauh beda dengan konsep hutan kemasyarakatan.
Selain itu, sangat banyak terdapat sistem pengelolaan hutan oleh rakyat yang ditawarkan. Misalnya Perhutani menawarkan konsep Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat, dimana masyarakat diperbolehkan melakukan penanaman tanaman semusim di sela tanaman jati, dimana arealnya masih dikelola oleh Perhutani dan masyarakat hanya ikut ‘menumpang’ di lahan tersebut.
Sistem Hutan Kerakyatan yang digagas WALHI memiliki dua kata kunci, yaitu “sistem hutan” dan “kerakyatan”. Sistem hutan untuk menggambarkan bahwa hutan bukan sekedar tegakan kayu, melainkan suatu sistem pengelolaan kawasan yang terdiri dari berbagai elemen, diantaranya hutan alam, hutan sekunder, sungai, danau, kebun, ladang, permukiman, hutan keramat, dan banyak lagi yang tergantung komunitas dan sistem ekologinya. Kerakyatan menegaskan bahwa aktor utama dalam pengelolaan hutan adalah komunitas lokal.
Sistem Hutan Kerakyatan [SHK] memiliki prinsip-prinsip di antaranya bahwa:
  1. Aktor utama pengelola adalah rakyat [masyarakat lokal/masyarakat adat];
    Lembaga pengelola dibentuk, dilaksanakan dan dikontrol secara langsung oleh rakyat bersangkutan;
  2. Memiliki wilayah yang jelas dan memiliki kepastian hukum yang mendukungnya;
  3. Interaksi antara masyarakat dengan lingkungannya bersifat langsung dan erat;
  4. Ekosistem menjadi bagian penting dari sistem kehidupan rakyat setempat;
  5. Pengetahuan lokal [indigenous knowledge] menempati posisi penting dan melandasi kebijaksanaan dan sistem pengelolaan hutan, disamping pengetahuan modern untuk memperkaya;
  6. Teknologi yang dipergunakan diutamakan teknologi lokal ataupun jika bukan teknologi lokal, merupakan teknologi yang telah melalui proses adaptasi dan berada dalam batas yang dikuasai oleh rakyat;
  7. Skala produksi tidak dibatasi, kecuali oleh prinsip kelestarian [sustainability];
  8. Sistem ekonomi didasarkan atas kesejahteraan bersama, dan;
  9. Keanekaragaman hayati mendasari berbagai bidangnya, dalam jenis dan genetis, pola budidaya dan pemanfaatan sumberdaya, sistem sosial, sistem ekonomi dan lain sebagainya.
Sistem Hutan Kerakyatan sendiri sebenarnya adalah pola-pola pengelolaan hutan yang telah sejak lama dilakukan oleh rakyat dengan aturan-aturan lokal yang disepakati bersama oleh rakyat itu sendiri [aturan adat/lokal]. Sistem Hutan Kerakyatan juga tidak mengarah hanya pada kayu, namun akan lebih pada pengembangan pengelolaan hasil hutan non kayu sebagai produk utama dari sistem hutan kerakyatan. Kalaupun akan menebang pohon, hal tersebut hanya lebih pada untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga dan komunitas. Peran pemerintah dalam sistem hutan kerakyatan akan lebih pada dukungan [fasilitasi], kemitraan, pembuat kebijakan umum [prinsip-prinsip] dan pengakuan kawasan kelola rakyat. Kesinambungan atau lebih populer disebut kelestarian (sustainability) dalam konteks pengelolaan sumberdaya hutan sejak semula telah dipahami sebagai pencapaian dan pemeliharaan output hutan sebagai sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable resources) secara terus menerus (perpetuity) atau dalam dimensi kehidupan secara lintas generasi (intergeneration). Dengan demikian, syarat pengelolaan hutan yang penting adalah menghindarkan terjadinya pemanfaatan sumberdaya yang berlebihan (overuse) atau melebihi daya dukungnya (carrying capacity) dan dalam pengusahaannya melakukan reinvestasi minimal sama dengan apa yang diambil dari sumberdaya. Hal tersebut penting agar sumberdaya dapat terus mempertahankan strukturnya (ecological atau environmental sustainability) dalam upaya mempertahankan fungsi dan manfaatnya (production atau economic sustainability).
Akan tetapi berkaitan dengan sumberdaya hutan di Indonesia, dimana manusia (baca masyarakat) dalam faktanya menjadi elemen integral atau sulit terpisahkan dari sumberdaya hutan, kelestarian ekologi dan ekonomi dimaksud hanya dimungkinkan dicapai bilamana pengelolaan sumberdaya juga senantiasa memperhatikan kehidupan dan penghidupan masyarakat lokal. Pemahaman sederhana siapa yang dimaksud dengan masyarakat lokal (local community), adalah sekelompok manusia yang bermukim/bertempat tinggal di dalam atau di sekitar hutan serta kehidupannya tergantung pada sumberdaya tersebut (lihat Sardjono, 2004). Ditinjau dari latar belakang budaya yang dimilikinya dalam kaitannya dengan sumberdaya, masyarakat lokal dikategorikan atas dua, yaitu ‘tradisional’ (masyarakat adat) ataupun non-tradisional’. Prinsip perhatian terhadap kehidupan dan penghidupan masyarakat lokal tersebut yang kemudian diangkat sebagai bagian dari elemen-elemen penting sertifikasi pengelolaan sumberdaya hutan lestari, selanjutnya disebut sebagai Kelestarian Fungsi Sosial.


BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
Hutandenganpenyebarannya yang luas, dengan struktur dan komposisinya yang beragam diharapkan mampu menyediakan manfaat ling kungan yang amat besar bagi kehidupan manusia antara lain jasa peredaman terhadap banjir, erosi dan sedimentasi serta jasa pengendalian daur air.
Akan tetapi berkaitan dengan sumberdaya hutan di Indonesia, dimana manusia (baca masyarakat) dalam faktanya menjadi elemen integral atau sulit terpisahkan dari sumberdaya hutan, kelestarian ekologi dan ekonomi dimaksud hanya dimungkinkan dicapai bilamana pengelolaan sumberdaya juga senantiasa memperhatikan kehidupan dan penghidupan masyarakat lokal. Pemahaman sederhana siapa yang dimaksud dengan masyarakat lokal (local community), adalah sekelompok manusia yang bermukim/bertempat tinggal di dalam atau di sekitar hutan serta kehidupannya tergantung pada sumberdaya tersebut (lihat Sardjono, 2004). adalah sekelompok manusia yang bermukim/bertempat tinggal di dalam atau di sekitar hutan serta kehidupannya tergantung pada sumberdaya tersebut (lihat Sardjono, 2004). Ditinjau dari latar belakang budaya yang dimilikinya dalam kaitannya dengan sumberdaya, masyarakat lokal dikategorikan atas dua, yaitu ‘tradisional’ (masyarakat adat) ataupun non-tradisional’. Prinsip perhatian terhadap kehidupan dan penghidupan masyarakat lokal tersebut yang kemudian diangkat sebagai bagian dari elemen-elemen penting sertifikasi pengelolaan sumberdaya hutan lestari, selanjutnya disebut sebagai Kelestarian Fungsi Sosial.


DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008, Daftar Istilah, http://pdf.wri.org/sof_indo_istilah.pdf
Anonim, 2008, Melindungi Hutan Alam Terakhir Di Dunia, http://www.greenpeace.org/seasia/id/campaigns/melindungi-hutan-alam-terakhir
Dudung Darusman dan Hardjanto, 2006, Tinjauan Ekonomi Hutan Rakyat, http://www.dephut.go.id/files/Ekonomi_HR.pdf
Putut Marhayudi, 2004, Hutan Dalam Perspektif Ekologis, http://arsip.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Opini&id=58428
Rahmawaty, S. Hut., MSi., 2008, Hutan: Fungsi Dan Peranannya Bagi Masyarakat, http://library.usu.ac.id/download/fp/hutan-rahmawaty6.pdf

Comments